A.
Pegertian Teori
Belajar
Teori
adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mempelajari atau meneliti
sesuatu dalam suatu proses pelajaran . Berarti teori-teori belajar adalah
cara-cara yang di gunakan untuk memahami tingka individu yang relative menetapa
sebagai hasil penganlaman dan interaksi degan lingkungan dalam proses
pendidikan belajar di sekolah . belajar adalah kegiatan yang paling cocok , ini
berarti bahwa brhasil atau tidaknya pencapai tujuan pendidikan hanya bergantun bagai
mana peruses belajar dialami oleh murid sebagai anak didik.
Kalu kita membaca literature psikologi ,banyak
sekali teori belajar yang akan kita temukan
tentang teori-teori yang bersumber dari aliran-aliran psikologi , Adapun
teori-teori belajar itu.
1.
Teori Disiplin
Mental
[1]Teori
ini di temukan sebelum abad ke-20 dan
telah berkembang sampai sekarang yang masih ada pengaruhnya , terutama dalm
peaksanaan pengajaran di sekolah
-sekolah
Menurut
rapun psikologi, individu memiliki kekuatan, kemampuan atau potensi-potensi
tertentu . Belajar adalah pengembangan dari kekuatan –kekuatan tiap aliran atau
teori mengemukan pendagangyang berbeda .teori sdi siplin mental yang lain
adalah Naturalisme Romatik Ronssean ,
menurut jean jacgues Rossean anak
memiliki potensi-potensi ter tepadam . Melalui belajar ankak harus di beri
kesempatan mengembangkanmengaktualkaan
potensi potesi tersebut , dan sesegguhnya anak memilik kekuatan sendiri
untuk memcari , mencoba , menemukan dan mengembangkan dirinyan sendiri .
2.
Teori
Psikoanalisa Tentang perkembangan Moral
[2]Dalam
mengembangkan pergembangan moral, teori pssikoanalisas dengan pembagian
steruktur kepribadian manusia atas tiga
yaitu id, ego, dan superego . id adalah struktur kperibadian yang terdiri atas
aspek biologis yang irasonal dan tindak di sadari , Ego adalah struktur
kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis , yaitu subsitem ego yang rasional dan disadari , namun tidak
memiliki moralitas . Superego adalah struktur keperibadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system dan moral yang benar
–benar memperhitungkan benae atau
salahnya sesuatu.
Konflik
Oedipus. Koflik ini akan menhasilkan perbentukan sturktur kperibadiang yang di
namakan peread sebagai superego. Ketika anak mengatasi koflik ini , maka
perkembangan moral mulai salah satu alasan mengapa anak mengatasi koflik
Oedipus adalah perasaan kawatir akan
kehilangan kasi sayang orang tua dan ketakutan akn di hukum karna
keinginak seksual mereka yang tidak dapat di terima terhadap orang tua yang
berbeda jenis kelamin , untuk mengurangi
kecemasan , menhindari hukuman , dan
mempertahankan kasi sayang orang tua , anak –anak membentuk suatu superego
dengan mengindentitikasikan diri dengan
orang tua yang sama jenis kelamin .
Struktur
superego ini mempunyai dua komponen yaitu ego idial atau kata hati (cascinse).
Kata hati mengambarkan bagian dalam atau kehidupan mental seseorang , peraturan
masyarakat, hukum, kode, etika dan moral. Pada usia 15 tahun pergembangan
superego secara khas akn memjadi
sempurna .
3.
Teori Belajar
Sosial Tentang Pekembangan Moral
[3]Teori
belajar sosil melihat tingka laku moral sebagai respon atas stimulus , dalam
hal ini proses-peroses penguatan
penghukuman , dan penuruan di gunakang untuk menjelaskan prilaku moral anak
–anak . bila anak diberi hadia atas perilaku yang sesuai dengan aturan dan
konterak social mereka akn mengulangi perilaku tersebut , sebaliknya. Bila
mereka di hukum atas perilaku yang tidak bermoral , maka perilaku akan
berkurang atau hilang .
4.
Teori Belajr
Behavioristik
[4]Teori
belajar bahavioristik adalah sebuah teori yang di ceteuskan oleh gale dan
berline tentang perubahan tingkan laku sebagai hasil diri pengalaman .
Teori
belajar behavioristik adalah sebuah
teori di catuskan oleh Gage dan Berlian tentang perubahan
tingka lagu sebagai hasl dari pengalaman .
Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran dan psikologi belajar yang mempengaru terhadap arah perkembangan teori dan peraktek
pendidikan dan pembelajaran yang di kenal sebagai aliran behavioristik . Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagi hasil belajar .
Teori
behavioristik dengan modal hubungan
stimulus responya mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif Resapon atau
perilaku dengan mengunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata ,
Dalam
aliran behavioristik ini, ada beberapa toko yang mengemukan tentang teori belajar yang berdasarkandari hasil penemuan
atau pengelamanya Seperti Thomidike dan
Burrhus Frederic Skinner.
1.
Thomdike dengan
teori KONEKSIONISME
Teori
koneksiniksme adalah teori yang di
temukan dan di kembangkan oleh Edward
L . Thorndike (1874 -1949
Eksperimen
yang ia lakukan pada tahun 1890 – an ,Eksprimen
Thomdike ini menggunakan hewan –hewan
terutama kucing untuk mengetahui
tenomena belajar Seekor kucing yang lapr di tempatakn dalam sangkar berbenruk
kotak
Berjejuri
yang di lengkapi dengan peralatan , seperti
pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang mnghubukan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini
ditata sedemikiang rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memeroleh
makanan yang tersedia di depan sengkar
tadi.
Keadaan
bagian dalam sngkar yang tersebut puzzle box (peti teka –teki ) itu merupakan
situasai stimulus yang meranagsang kucing untuk bereaksi melepaskan diri dan
memperoleh makanan yang ada di muka
pintu. Mula-mula kucing tersebut mengeong , mencakar,melompat, dan berlari
–lari namun gagal membuka pintu untuk
memperoleh makan yang di depannya .
akhirnya , entah bagaimana , secara kebetulan kucing itu berhasil menekang
pengungkit dan terbukalah pintu sangkar tersebut. Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengnan
nama insterumental congditioning.
Artinya , tingka laku yang di pelajari
befungsi sebagai instrumental (penolong)
untuk mencapai hasil ganjaran yang di kehendaki (Hitzman 1978 ).
Apbila
kita memperhatikan denga seksama , dalam esprimen Throndike tadi akan kita
dapati dua hal yang mendorong timbulnya fenomena belajar. Pertama, keadaan kucing lapar . Seandainya
kucing itu kenyankg, sudah tentu tak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan
barangkali ia akan tidur sejak dalam
puzzle box yang mengurunya . dengan kata lain , kucing itu akan menempakkan
gejala belajar untuk ke luar . sehubungan dengan hal ini, hampir dapat di pastikan bahwa mutipasi (seperti
rasa lapar ) merupakan hal yang sangat vital dan belajar .
Kedua
, tersdianya makanan di muka pintu puzze
box. Makanan ini merupakan efeks positif
atau memuasakn yang di capai oleh respond an kemudian menjadi dasar
timbulnya hukum belajar yang tersebut law of effect. Artinya jika sebuah respon menghasilkan efek yang memeuaskan , hubungan antara antara istimulas dengan respon dengan akan
semakin kuat . sebaliknya,
semaking tidak memuaskang (menganggu) efek yang di capai respons,
semaking lemah pula hubungan stimulus dan
respons tersebut. Hukum belajr inilah yang mengilhami munculnya konsep reinforce dalam teori operan
conditioning hasil penemuan B.P.
Skinner.
1.
Barrhus
Frederic Sfinner Dengan Teori PEMBIASAAN PRILAKU RESPON
Teori pembiasan perilaku respon (operant
conditioning ) ini merupakan teori belajar yang berusia paling mudah dan paling sangat berpengaruh di
kalanga para ahli psikologi belajar pada kini.
Penciptanya bernama Burrhus Frideric Skinner (lahir tahun 1940 ), seorang penganut behavioris me yang di anggap konteraversial. Karya tulisanya yang masyur
berjudul abaut Behviorism diterbitkan pada tahun 1974. Terma poko yang mewarnai
karya-kskaryanya adalah tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi – konsekuensi
yang timbulkan oleh tingkah laku diri sendiri (Bruno, 1987 )
Dalam
salah satu eksperimenya, skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan
dalam sebuah petih yang kemudian terkenal dengan nama “ Skinner Box “.petih
sangkar ini terdiri atas dua macam komponen pokot yakni : mani pulandum dan
gerakannya berhubung dengan reinforcement. Komponen ini terdiri atas tombol,
batang jeruji, dan pengungkin (reber, 1988 ).
Dalam
eksprimen tadi malu-malu tikus itu mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari
kesana kemari, mencium benda-benda yang ada di sekitarnya, mencakar dindin dan
serbagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut “emitted behavior” ( tingkah laku
yang terpercaya ) yakni tingka laku yang terpancar dari organisme tampa
mempedulikan stimulus tertentu. Kemudian pada gilirannya, secara kebetulan
salah satu emitted behavior tersebut
(seperti cakaran kaki depan atau sentuhan moncong) dapat menekan pengunkit.
Tekanan pengunkit ini mengakibatkan muncullnya butir-butir makanan kedalam
wadahnya.
Butir-butir
makanan yang muncul itu merupakan reinforcer
bagi penekanan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah disebut tingka laku
operant yang akan terus meningkat apabila diiringi dengan reinforcement, yakni penguatan berupa butiran-butiran yang muncul
pada wadah makanan.
Jelas
sekali bahwa eksperimen Skinner di atas mirip sekali dengan trial anda error learning yang ditemukan oleh Thordike. Dalam hal ini,
fenomena tingka laku belajar menurut Thorndike selalu melibatkan satisfationl keputusan, kesehatan
menurut Skinner fenomena tersebut melibatkan reinforcement penguatan. Dengan demikian, baik balajar dalam teori
S-R Bond maupun dalam teori operant conditioning langsung atau tidak, keduanya
mengakui arti penting law of effect.
Teori-teori
belajar hasil eksperiment Thorndike dan Skinner secara prinsip bersifat
behafisiostik dalam arti lebih menekankan timbulnya prilaku jasmaniah yang
nyata dan dapat diukur, Teori-teori itu juga bersifat otomatis mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respons, sehingga terkesan seperti kinerja mesin
atau robot, jika kita renungkan dan bandingkan dengan teori juga temukan riset
psikologi kogritif, kerakristik belajar yang terdapat dalam teori-teori
behavioristik yang terlanjur diyakini sebagian besar ahli pendidikan kita,
sesungguhnya mengandung banyak kelemahan.
Diantara
kelemahan-kelemahan teori-teori tersebut adalah sebagai berikut, yakni :
a. Proses
belajar itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan
mental yang tidak disaksikan dari luar kecuali sebagai gejalanya :
b. Proses
belajar itu bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan mesin
dan robot, padahal setiap siswa memiliki, self-direction
(kemampuan mengarahkan diri) dan self
control (pengendalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bias
menolak merespons jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau
berlawanan dengan kata hati;
c. Proses
belajar manusia yang dianalogikakan dengan prilaku hewan itu sangat sulit
diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara
manusia dengan hewan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar