BAB I
BAHASA SEBAGAI WACANA
- Langue and Parole : Bentuk
Struktural
Cours de
linguistique general karya Ferdinand
de Saussure dari Swis yang mengetengahkan disfungsi fundamental antara bahasa
sebagai Langue yang diartikan sebagai
tanda aturan yang didasarkan pada mana setiap pembicaraan menghasilkan sesuatu.
Dan Parole diartikan sebagai suatu
pesan khusus., yang kemudian secara meyakinkan telah membentuk linguistik
modern.
Pesan dan tanda menadakan perbedaan dalam kaitannya
dengan waktu. Pesan diartikan sebagai suatu peristiwa temporal dari serangkaian
peristiwa yang membentuk dimensi waktu diakronik, sementara tanda hanya berada
dalam waktu sebagai suatu bentuk elemen
yang serentak, yitu sebagai suatu sistem yang serentak. Suatu pesan bersifat
intensional, yang bererti dibuat oleh seseorang. Tanda bersifat anonim dan
tidak dimaksudkan oleh seseorang.
Charles S. Pierce dan Saussure membuat
postulasi-postulasi pendefenisian dan penggambaran model struktural sebagai
berikut :
Ä
Suatu pendekatan sinkronik harus mendahului
pendekatan diakronik apapun, karena sistem-sistem justru lebih mudah diketahui
ketimbang perubahan-perubahan itu sendiri.
Ä
Kasus paradigmatik bagi suatu pendekatan
struktural adalah suatu bentuk keterbatasan keutuhan yang terpisah.
Ä
Dalam suatu sistem tidak terdapat struktur
sistem yang mempunyai makna dari dirinya
sendiri; makna dari suatu kata.
Ä
Dalam sistem terbatas tersebut, seluruh hubungan
bersifat immanen terhadap suatu sistem. Dalam pemaknaan ini sistem semiotik
bersifat ‘tertutup’ yakni tanpa adanya hubungan dengan faktor eksternal, yaitu
realitasnon semiotik.
- Semantik Vs
Semiotik : Kalimat
Semiotik merupakan ilmu tentang tanda, bersifat formal
sampai batas dissosiasi bahasa ke dalam bagian-bagian pokoknya. Semantik adalah
ilmu tentang kalimat, langsung fokus dengan konsep makna (yang dalam hal ini
sinonim dengan meaning atau makna),
sebelum dijelaskan berikut perbedaan-perbedaan antara ‘makna’ dan referensi, ke
dalam batasan bahwa semantik secara
fundamental dipahami oleh prosedur intregatif bahasa.
- Dialektika
Peristiwa dan Makna
Berikut ini adalah konvergensi beberapa pendekatan
yang harus dilakukan untuk alasan yang berbeda yang berkenaan dengan kekhususan
bahasa sebagai wacana.
Ä
Wacana sebagai peristiwa
Dalam suatu cara yang lebih dialektis agar kita dapat masuk ke dalam
esensi hubungan yang membentuk wacana sebagai tipikal relasi antara peristiwa
dan makna.
Ä
Wacana sebagai makna
Polaritas fundamental antara indentifikasi singular dan predikat
universal ini memberikan kandungan khusus akan pemahaman proporsi yang diyakini
sebagai objek peristiwa ucapan.
Ä
Dialektika peristiwa dan makna
Wacana dipandang sebagai suatu peristiwa dan proporsi, yakni pertama
sebagai suatu fungsi predikat yang dikombinasikan oleh suatu identifikasi.
Kedua sebagai suatu yang abstrak, yang bergantung pada keseluruhan konkrit yang
merupakan kesatuan dialektis antara peristiwa dan makna dalam kalimat.
- Makna pengucapan dan makna
ucapan
Ä
Referensi diri wacana
Konsep makna kemungkinan melahirkan dua interpretasi yang merefleksikan
dua dialektika pokok antara dua peristiwadan makna. Memaknai sesuatu berarti
apa yang dimaksudkan oleh sang pembicara, yaitu apa yang dikatakan atau apa
yang dimaksud oleh pembicara tersebut, dan makna kalimat itu sendiri yakni, apa
hubungannya dengan fungsi identifikasi dan fungsi predikat.
Ä
Tindakan lokusioner dan ilokusioner
Tindakan ilokusioner adalah apa yang membedakan suatu janji dari sekedar
suatu perintah , keinginan dan sebuah pernyataan.
Ä
Tindakan interlokusioner
Adalah tindakan untuk mempertahankan simetrisitasnya dengan aspek
illokusioner peristiwa pembicaraan.
Ä
Makna sebagai arti dan referensi
Memaknai kata adalah apa yang diinginkan (dilakukan) oleh pembicara.
Namun memaknai kata adalah juga apa yang dimaksudkan oleh kalimat tersebut.
Ä
Implikasi hermeneutis
Implikasi ini berkisar pada pengaburan dan penggunaan konsep peristiwa
pembicaraan dalam tradisi pelopor hermeneutika romantis.
BAB II
PERKATAAN DAN TULISAN
A. Dari Perkataan ke Tulisan
Ä
Pesan dan medium fiksasi
Sebagai suatu
perubahan sederhana dalam hakikat media komunikasi, problem tulisan identik
dengan fikasasi wacana dalam beberapa bahan eksterior, baik berupa batu,
lembaran kertas, atau yang lain dari suara manusia.
Ä
Pesan dan pembicara
Hubungan pertama
yang harus diubah adalah pesan kepada pembicara, yang merupakan satu dari dua
perubahann simetris yang mempengaruhi suatu situasi interlokusioner sebagai
suatu keseluruhan.
Ä
Pesan dan pendengar
Pada ujung yang
berlawanan pada mata rantai komunikasi, hubungan pesan tekstual kepada pembaca
tidak kurang kompleks dibandingkan dengan hubungannya dengan pengarang.
Wacana yang
diucapkan ditujukan kepada seseorang yang ditentukan oleh mafaat situasi
dialogis – Ia dialamatkan kepada Mu, orang kedua – maka sebuah teks tertulis
dihajatkan kepada seseorang yang tidak dikenal dan kepada siapa pun yang secara
potensial mengetahui bagaimana cara
berbicara.
Unversialisasi
audiens ini merupakan satu dari sekian efek tulisan dan dapat diekspresikan
dalam terma-terma paradoks. Dikarenakan wacana saat ini dihubungkan satu
dukungan material, maka ia menjadi lebih spiritual dalam makna terbebaskan dari
sempitnya situasi berhadap-hadapan.
Ä
Pesan dan tanda
Hubungan antara
pesan dan tanda dibuat lebih kompleks dengan adanya tulisan dengan suatu cara
yang tidak langsung. Pada fungsi genre litire dalam menghasilkan wacana
sedemikian rupa menjadi sebuah model wacan, baik berupa puisi, narasi, maupun
essei. Teks bermakna wacana baik sebagai yang tertulis maupun yang dibentuk.
Ä
Pesan dan referensi
Distingsi antara
referensi dan makna dalam wacana mengenalkan suatu dialektika yang lebih
daripada dialektika peristiwa dan makna.
Dapat dikatakan
bahwa ini merupakan suatu dialektika aturan kedua, di mana pemaknaan itu
sendiri sebagai makna yang immanen, dieksternalisasi sebagai referensi
transwende, dalam artian bahwa pemikirannya diarahkan ke jenis makna berbeda
dari keutuhan ekstra linguistik seperti objek, kata sifat, fakta, dsb.
B.
Tuntutan Bagi
Penulisan
Dialektika inti dari peristiwa dan makna, serta eksteriosasi intensional
yang berfungsi dalam wacana oral, meskipun dalam wacana yang tak teratur,
tetapi dengan meletakkan pada bagian yang terdepan, ia telah membuat problema
tersendiri dari apa yang dapat dijadikan sebagi jaminan sepanjang ia tetap
bersifat implisit.
C. Penolakan Atas Penulisan
Ä
Penulisan dan inkonitas
Inkonitas
bermakna sebagai pengilhaman suatu yang ril secara lebih ril daripada realitas
biasa. Inkonitas merupakan penulisan kembali realitas dalam makna yang
terbatas.
Ä
Inskripsi dan Distansi Produktif
Problem menulis
hadir sebagai problem apabila ia diarahkan pada komplemennya.
BAB III
METAFORA DAN SIMBOL
A. Teori Metafora
Metafora menurut Monroe Bardsley adalah sebuah puisi
miniatur. Hubungan antara makna literal dengan makna figuratif dalam sebuah
metafora adalah seperti sebuah versi
penjembatanan dalam sebuah kalimat tunggal dari harmonisasi signifikansi
kompleks yang berikan karakter pada karya literer sebagai suatu keutuhan, yang
berupa suatu karya wacana yang berbeda dari karya
wacana lainnya, khususnya wacana sains, yang membawa makna eksplisit dan
implisit ke dalam suatu hubungan.
B. Dari Metafora ke Simbol
Studi atas simbol mengarah pada dua kesulitan yang
membuat akses langsung apapun pada struktur makna gandamenjadi sulit. Simbol
adalah milik garapan penelitian yang sangat banyak dan beragam.
C. Moment Semantik Simbol
Hubungan antara makna literal dan makna figuratif
dalam ungkapan metaforis memberikan pedoman tepat yang memungkinkan kita
mengidentifikasi corak semantik yang tepat dari sebuah simbol. Corak-corak ini
adalah sesuatu yang menghubungkan simbol dengan bahasa, yang untuk itu
meyakinkan keutuhan simbol yang berbeda dari keberagamannya di antara tempat
yang banyak di mana simbol itu muncul.
D. Moment Non Semantik Simbol
Karakter keterikatan simbol membuat keseluruhannya sebagai perbedaan
antara simbol dan metafora. Metafora adalah penemuan wacana yang bebas,
sementara simbol terikat dengan kosmos.
E. Tingkatan Pertengahan Antara Simbol dan
Metafora
Metafora merupakan peristiwa terpencar, dalam satu
cara yang terjadi dalam wacana. Dalam kasus metafora, redeskripsi ini oleh
pengaruh mempengaruhi antara perbedaan dan persamaan yang menimbulkan
ketegangan pada tingkat ucapan.
BAB IV
EKSPLANASI DAN PEMAHAMAN
- Melampaui
Hermeneutika Romantis
Seni membaca merupakan counterpart seni menulis, dialektika peristiwa dan makna yang
sangat esensial bagi struktur wacana sebagaimana yang kita lihat dalam
pembahasan sebelumnya. Menghasilkan sebuah dialektika korelatif dalam membaca
antara pemahaman dan perluasan makna dalam tradisi hermeneutika dan eksplanasi.
- Dari
Teka-teki ke Validasi
Pentingnya tebakan sebuah makna teks dapat dihubungkan
dengan bentuk semantik yang dianggap berasal dari makna tekstual essai, dengan
tulisan makna verbal teks tidak lagi serupa dengan makna atau maksud mental
teks. Tinjauan mental atau psikologis ini disempurnakan yang tidak lagi
merupakan suara seseorang yang ada. Teks bersifat bisu, suatu hubungan tidak
simetris terdapat di antara teks dan pembaca, di mana hanya satu dari pasangan
ini yang berbicara pada yang kedua.
- Dari
Eksplanasi ke Komprehensi
Makna sebuah teks tidaklah terletak di balik teks
melainkan di hadapannya. Ia bukanlah sesuatu yang tersembunyi tetapi sesuatu
yang terbuka, bahkan merupakan poin-poin yang mengarah pada dunia dan mungkin
dihadapi dengan adanya referensi teks yang tidak mencolok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar