AKAN SELALU ADA JALAN BAGI YANG MAU BERBUAT

Safaruddinufe1121@gmail.com

TRANSLATE



JapaneseGermanEnglishFrenchSpainChinese SimplifiedArabicRussian

Translate

visitor

Jumat, 01 November 2013

BAHASA SEBAGAI WACANA

BAB I
BAHASA SEBAGAI WACANA

  1. Langue and Parole : Bentuk Struktural
Cours de linguistique general  karya Ferdinand de Saussure dari Swis yang mengetengahkan disfungsi fundamental antara bahasa sebagai Langue yang diartikan sebagai tanda aturan yang didasarkan pada mana setiap pembicaraan menghasilkan sesuatu. Dan Parole diartikan sebagai suatu pesan khusus., yang kemudian  secara meyakinkan telah membentuk linguistik modern. 
Pesan dan tanda menadakan perbedaan dalam kaitannya dengan waktu. Pesan diartikan sebagai suatu peristiwa temporal dari serangkaian peristiwa yang membentuk dimensi waktu diakronik, sementara tanda hanya berada dalam waktu sebagai  suatu bentuk elemen yang serentak, yitu sebagai suatu sistem yang serentak. Suatu pesan bersifat intensional, yang bererti dibuat oleh seseorang. Tanda bersifat anonim dan tidak dimaksudkan oleh seseorang.
Charles S. Pierce dan Saussure membuat postulasi-postulasi pendefenisian dan penggambaran model struktural sebagai berikut :
Ä    Suatu pendekatan sinkronik harus mendahului pendekatan diakronik apapun, karena sistem-sistem justru lebih mudah diketahui ketimbang perubahan-perubahan itu sendiri.
Ä    Kasus paradigmatik bagi suatu pendekatan struktural adalah suatu bentuk keterbatasan keutuhan yang terpisah.
Ä    Dalam suatu sistem tidak terdapat struktur sistem  yang mempunyai makna dari dirinya sendiri; makna dari suatu kata.
Ä    Dalam sistem terbatas tersebut, seluruh hubungan bersifat immanen terhadap suatu sistem. Dalam pemaknaan ini sistem semiotik bersifat ‘tertutup’ yakni tanpa adanya hubungan dengan faktor eksternal, yaitu realitasnon semiotik.
  1. Semantik Vs Semiotik : Kalimat
Semiotik merupakan ilmu tentang tanda, bersifat formal sampai batas dissosiasi bahasa ke dalam bagian-bagian pokoknya. Semantik adalah ilmu tentang kalimat, langsung fokus dengan konsep makna (yang dalam hal ini sinonim dengan meaning atau makna), sebelum dijelaskan berikut perbedaan-perbedaan antara ‘makna’ dan referensi, ke dalam batasan bahwa semantik  secara fundamental dipahami oleh prosedur intregatif bahasa.
  1. Dialektika Peristiwa dan Makna
Berikut ini adalah konvergensi beberapa pendekatan yang harus dilakukan untuk alasan yang berbeda yang berkenaan dengan kekhususan bahasa sebagai wacana.
Ä    Wacana sebagai peristiwa
Dalam suatu cara yang lebih dialektis agar kita dapat masuk ke dalam esensi hubungan yang membentuk wacana sebagai tipikal relasi antara peristiwa dan makna.
Ä    Wacana sebagai makna
Polaritas fundamental antara indentifikasi singular dan predikat universal ini memberikan kandungan khusus akan pemahaman proporsi yang diyakini sebagai objek peristiwa ucapan.

Ä    Dialektika peristiwa dan makna
Wacana dipandang sebagai suatu peristiwa dan proporsi, yakni pertama sebagai suatu fungsi predikat yang dikombinasikan oleh suatu identifikasi. Kedua sebagai suatu yang abstrak, yang bergantung pada keseluruhan konkrit yang merupakan kesatuan dialektis antara peristiwa dan makna dalam kalimat.
  1.             Makna pengucapan dan makna ucapan
Ä    Referensi diri wacana
Konsep makna kemungkinan melahirkan dua interpretasi yang merefleksikan dua dialektika pokok antara dua peristiwadan makna. Memaknai sesuatu berarti apa yang dimaksudkan oleh sang pembicara, yaitu apa yang dikatakan atau apa yang dimaksud oleh pembicara tersebut, dan makna kalimat itu sendiri yakni, apa hubungannya dengan fungsi identifikasi dan fungsi predikat.
Ä    Tindakan lokusioner dan ilokusioner
Tindakan ilokusioner adalah apa yang membedakan suatu janji dari sekedar suatu perintah , keinginan dan sebuah pernyataan.
Ä    Tindakan interlokusioner
Adalah tindakan untuk mempertahankan simetrisitasnya dengan aspek illokusioner peristiwa pembicaraan.
Ä    Makna sebagai arti dan referensi
Memaknai kata adalah apa yang diinginkan (dilakukan) oleh pembicara. Namun memaknai kata adalah juga apa yang dimaksudkan oleh kalimat tersebut.
Ä    Implikasi hermeneutis
Implikasi ini berkisar pada pengaburan dan penggunaan konsep peristiwa pembicaraan dalam tradisi pelopor hermeneutika romantis.
















BAB II
PERKATAAN DAN TULISAN
A.    Dari Perkataan ke Tulisan
Ä    Pesan dan medium fiksasi
Sebagai suatu perubahan sederhana dalam hakikat media komunikasi, problem tulisan identik dengan fikasasi wacana dalam beberapa bahan eksterior, baik berupa batu, lembaran kertas, atau yang lain dari suara manusia.
Ä    Pesan dan pembicara
Hubungan pertama yang harus diubah adalah pesan kepada pembicara, yang merupakan satu dari dua perubahann simetris yang mempengaruhi suatu situasi interlokusioner sebagai suatu keseluruhan.
Ä    Pesan dan pendengar
Pada ujung yang berlawanan pada mata rantai komunikasi, hubungan pesan tekstual kepada pembaca tidak kurang kompleks dibandingkan dengan hubungannya dengan pengarang.
Wacana yang diucapkan ditujukan kepada seseorang yang ditentukan oleh mafaat situasi dialogis – Ia dialamatkan kepada Mu, orang kedua – maka sebuah teks tertulis dihajatkan kepada seseorang yang tidak dikenal dan kepada siapa pun yang secara potensial mengetahui  bagaimana cara berbicara.
Unversialisasi audiens ini merupakan satu dari sekian efek tulisan dan dapat diekspresikan dalam terma-terma paradoks. Dikarenakan wacana saat ini dihubungkan satu dukungan material, maka ia menjadi lebih spiritual dalam makna terbebaskan dari sempitnya situasi berhadap-hadapan.
Ä    Pesan dan tanda
Hubungan antara pesan dan tanda dibuat lebih kompleks dengan adanya tulisan dengan suatu cara yang tidak langsung. Pada fungsi genre litire dalam menghasilkan wacana sedemikian rupa menjadi sebuah model wacan, baik berupa puisi, narasi, maupun essei. Teks bermakna wacana baik sebagai yang tertulis maupun yang dibentuk.
Ä    Pesan dan referensi
Distingsi antara referensi dan makna dalam wacana mengenalkan suatu dialektika yang lebih daripada dialektika peristiwa dan makna.
Dapat dikatakan bahwa ini merupakan suatu dialektika aturan kedua, di mana pemaknaan itu sendiri sebagai makna yang immanen, dieksternalisasi sebagai referensi transwende, dalam artian bahwa pemikirannya diarahkan ke jenis makna berbeda dari keutuhan ekstra linguistik seperti objek, kata sifat, fakta, dsb.
B.     Tuntutan Bagi Penulisan
Dialektika inti dari peristiwa dan makna, serta eksteriosasi intensional yang berfungsi dalam wacana oral, meskipun dalam wacana yang tak teratur, tetapi dengan meletakkan pada bagian yang terdepan, ia telah membuat problema tersendiri dari apa yang dapat dijadikan sebagi jaminan sepanjang ia tetap bersifat implisit.  
C.    Penolakan Atas Penulisan
Ä    Penulisan dan inkonitas
Inkonitas bermakna sebagai pengilhaman suatu yang ril secara lebih ril daripada realitas biasa. Inkonitas merupakan penulisan kembali realitas dalam makna yang terbatas.
Ä    Inskripsi dan Distansi Produktif
Problem menulis hadir sebagai problem apabila ia diarahkan pada komplemennya.








BAB III
METAFORA DAN SIMBOL
A.     Teori Metafora
Metafora menurut Monroe Bardsley adalah sebuah puisi miniatur. Hubungan antara makna literal dengan makna figuratif dalam sebuah metafora adalah  seperti sebuah versi penjembatanan dalam sebuah kalimat tunggal dari harmonisasi signifikansi kompleks yang berikan karakter pada karya literer sebagai suatu keutuhan, yang berupa suatu karya wacana yang berbeda dari karya
wacana lainnya, khususnya wacana sains, yang membawa makna eksplisit dan implisit ke dalam suatu hubungan.
B.      Dari Metafora ke Simbol
Studi atas simbol mengarah pada dua kesulitan yang membuat akses langsung apapun pada struktur makna gandamenjadi sulit. Simbol adalah milik garapan penelitian yang sangat banyak dan beragam.
C.     Moment Semantik Simbol
Hubungan antara makna literal dan makna figuratif dalam ungkapan metaforis memberikan pedoman tepat yang memungkinkan kita mengidentifikasi corak semantik yang tepat dari sebuah simbol. Corak-corak ini adalah sesuatu yang menghubungkan simbol dengan bahasa, yang untuk itu meyakinkan keutuhan simbol yang berbeda dari keberagamannya di antara tempat yang banyak di mana simbol itu muncul.


D.     Moment Non Semantik Simbol
Karakter keterikatan simbol membuat keseluruhannya sebagai perbedaan antara simbol dan metafora. Metafora adalah penemuan wacana yang bebas, sementara simbol terikat dengan kosmos.
E.      Tingkatan Pertengahan Antara Simbol dan Metafora
Metafora merupakan peristiwa terpencar, dalam satu cara yang terjadi dalam wacana. Dalam kasus metafora, redeskripsi ini oleh pengaruh mempengaruhi antara perbedaan dan persamaan yang menimbulkan ketegangan pada tingkat ucapan.














BAB IV
EKSPLANASI DAN PEMAHAMAN
  1. Melampaui Hermeneutika Romantis
Seni membaca merupakan counterpart seni menulis, dialektika peristiwa dan makna yang sangat esensial bagi struktur wacana sebagaimana yang kita lihat dalam pembahasan sebelumnya. Menghasilkan sebuah dialektika korelatif dalam membaca antara pemahaman dan perluasan makna dalam tradisi hermeneutika dan eksplanasi.
  1. Dari Teka-teki ke Validasi
Pentingnya tebakan sebuah makna teks dapat dihubungkan dengan bentuk semantik yang dianggap berasal dari makna tekstual essai, dengan tulisan makna verbal teks tidak lagi serupa dengan makna atau maksud mental teks. Tinjauan mental atau psikologis ini disempurnakan yang tidak lagi merupakan suara seseorang yang ada. Teks bersifat bisu, suatu hubungan tidak simetris terdapat di antara teks dan pembaca, di mana hanya satu dari pasangan ini yang berbicara pada yang kedua.
  1. Dari Eksplanasi ke Komprehensi
Makna sebuah teks tidaklah terletak di balik teks melainkan di hadapannya. Ia bukanlah sesuatu yang tersembunyi tetapi sesuatu yang terbuka, bahkan merupakan poin-poin yang mengarah pada dunia dan mungkin dihadapi dengan adanya referensi teks yang tidak mencolok.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar