BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Spanyol adalah jazirah Iberia yang oleh orang Arab diberi nama Andalusia,
terletak di bagian selatan Eropa Barat, bahagian Timur jazirah ini dibatasi laut Tengah (Mideterania) di bagian selatan
selat Gibraltar (Jabal Tariq), bagian barat samudera Pasifik, dibagian utara
pegunungan Piranea (Pyrenia), pesisir Timur, Selatan dan Barat adalah daerah
pertanian bagian tengah dataran tinggi dan Utara adalah pegunungan .
Dimasa permulaan kekuasaan Gathia ini, Spanyol mencapai kemajuan, akan
tetapi lama-kelamaan timbul kekalahan akibat tindakan pemerintah dan tuan-tuan
tanah yang hidup mewah di atas penderitaan rakyat jelata, dalam kondisi yang
parah dan lemah inilah Islam memasuki Spanyol,
yakni tahun 711 M
Pemerintahan Islam pada saat Islam masuk ke Spanyol ialah masa kekuasaan
khalifah Umayyah, di tangan khalifah al-Walid bin Abd Malik yang berkedudukan
di Damaskus, termasuk salah seorang Khalifah besar dari dinasti ini.
Lewat sejarah kita membaca bahwa pada masa Umayyah pasca Khulafa>ur Rasyidi>n ini, perluasan Islam sangat mengalami kemajuan ke Timur maupun ke Barat,
dan sebahagian ahli ada yang berpendapat bahwa perluasan Islam ke Timur tidak
terlalu mengalami hambatan dan perlawanan dengan mengadakan serangkaian
peperangan yang memerlukan angkatan
perang darat dan laut, berbeda di bagian Barat dikarenakan daerah-daerahnya
telah berbudaya tinggi dan memang telah
memiliki kekuatan persenjataan dan pertahanan yang cukup tangguh dan kuat,
namun hal itu tidaklah menciutkan perasaan tentara-tentara demi tersiarnya
agama Islam.
Juga ada sebab-sebab tertentu sehingga Islam itu cepat tersebar dan diterima oleh masyarakat luar jazirah Arab antara
lain: sesuai ajaran dasar Islam, bahwa agama ini disiarkan untuk kemaslahatan
umat manusia bukan untuk menjajah (membuat umat itu menderita dan tertekan
). Tapi untuk mengangkat derajat manusia
dan memberinya ajaran agar hidup layak dan bahagia, dan pada umunya
negara-negara yang ditaklukkan Islam itu mengalami problem yang butuh
penyelamat[1]. Islam datang dan dianggap juru selamat oleh
daerah-daerah tersebut.
Luasnya daerah Islam berarti menambah pemasukan kas negara karena adannya
pembayaran pajak dan jizyah, yang berarti
menambah pula volume kegiatan, utamanya penyebaran Islam, yang butuh biaya
tidak sedikit, sehingga tambah meluaslah daerah-daerah yang dapat dimasuki
Islam,
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih memfokuskan pembahasan, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana proses penaklukan
Spanyol?
2. Bagaimana bentuk kemajuan
Islam di Spanyol?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penaklukan di Spanyol
Spanyol dikuasai oleh Islam di masa pemerintahan dinasti Umaiyyah dan yang
menonjol pada masa pemerintahan dinasti ini ialah perluasan daerah dan penyebaran
Islam. Dan khalifah besar dari dinasti ini ialah Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Abd
Malik ibn Marwan , Walid ibn Abd Malik, Umar ibn al-Azis dan Hisyam ibn Abd
al-Malik[2].
Afrika Utara dikuasai di masa khalifah Abd Malik bin Marwan, dan
ditunjuklah Musa bin Nushair, sebagai gubernur di daerah tersebut, hal ini
terjadi di awal pemerintahan Walid bin Abd Malik, Musa bin Nushair memakai
gelar Amir Qairawan, setelah kekuasaan Islam
mantap dan kuat di Afrika Utara ini, mulailah perhatian penguasa Islam di
Afrika Utara ini dialihkan ke daerah seberang yakni Spanyol[3]. di saat itu pula terjadi kemelut dalam pemerintahan
Spanyol yakni meninggalnya raja Gothia Boad (penguasa Spanyol) yang bernama
Witiza, Roderick panglima perang saat itu, mengangkat dirinya sebagai raja,
sedangkan putra raja yang bernama Alfonso berusaha mengambil haknya tersebut.
Dan terjadi pula perselisihan antara Roderick dengan Yulian seorang gubernur di
daerah tersebut (Centa), Yulian inilah yang meminta bantuan kepada Musa bin
Nushair agar menyerang Spanyol, dan berjanji akan memberi bantuan suatu
keberuntungan bagi penguasa Islam Afrika Utara yang memang telah berencana
memasuki daerah tersebut. Untuk Syiar Islam dengan adanya tawaran dari gubernur
Yulian tersebut, maka Musa bin Nushair mengutus Thariq bin Malik, disertai
tentara menuju daerah tersebut, yang sebelumnya mendapat persetujuan dari
khalifah Walid bin Abd Malik. Thariq dengan pasukannya dengan menaiki kapal
yang telah disediakan oleh Yulian mendarat di semenanjung tersebut yang diberi
nama semenanjung Tharif (bagian selatan Spanyol). Tanpa mendapat perlawanan. Misi yang dipimpin
Tharif bin Malik ini tidak saja berfungsi sebagai perintis dan pengintai,tapi
juga melakukan penaklukan terhadap daerah yang ditunjukkan oleh Musa, setelah
berhasil, Tharif kembali ke Afrika Utara melaporkan hasil yang dicapainya
disertai harta rampasan perang yang tidak sedikit jumlahnya[4].
Mendengar laporan dan keberhasilan Tharif serta keadaan
yang terjadi yang terjadi di kerajaan Spanyol tersebut,disertai dorongan yang
besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa bin Nushair mengirim pasukan
ke Spanyol untuk yang kedua kalinya di bawah pimpinan seorang panglima perang
Thariq bin Ziad, yakni di tahun 711 H, disertai dengan 7000 orang tentara,8
Thariq bin Ziad adalah salah seorang Maula (bebas budak). Musa bin Nushair yang
telah diangkat menjadi penguasa di Tangier[5].
Thariq bin Ziad bersama pasukannya berangkat ke Spanyol
dengan menyeberangi selat yang mengantarai Afrika Utara dan Spanyol dan
mendarat di Karangsingan, sebuah lereng gunung berbatu yang terkenal dengan
nama Jabal Thariq atau Gibraltar, ditempat
inilah Thariq bin Ziad, memberi semangat kepada pasukannya dengan menyampaikan
pidatonya yang menambah semangat juang tentaranya, menang atau sya>hid di jalan Allah[6].
Saat itu raja Roderick berada di bagian utara Spanyol, mendengar berita
pendaratan Thariq dengan pasukannya, maka Roderick segera mengalihkan
pasukannya kearah Selatan untuk menghadapi pasukan muslim tersebut, dengan
jumlah tentaranya sebanyak 100.000 orang, melihat jumlah musuh yang begitu
besar, Thariq bin Ziad meminta bantuan kepada Musa bin Nushair di Afrika Utara,
musa mengirim tambahan pasukan sebanyak 5.000 orang, sehingga jumlah tentaranya
sebanyak 12.000 orang[7].
Kedua pasukan yang tidak seimbang jumlahnya itu bertemu dan bertempur ditepi
sungai Bekka dekat Guada Lette, Thariq dengan tentaranya menyerang musuh dengan
gigih, hingga mereka meraih kemenangan dan akhirnya Roderick terbunuh oleh
pasukan Islam, juga suatu hal yang tak terduga karena sebagaian pasukan
Roderick berbalik melawannya, dengan memberi bantuan kepada pasukan Islam, hal
itu terjadi karena masih adanya benih kebencian kepada Roderick yang merampas
tahta kerajaan yang bukan haknya[8].
Dengan dikuasainya tempat itu (bekka) atau sekarang Xeres, terbukalah pintu
secara luas untuk memasuki Spanyol. Dari temapat itu Thariq dan pasukannya
terus menaklukkan kota-kota penting seperti Malaga, Granada, Cordova, dan
Toledo, tanpa banyak hambatan dan kesulitan.
Keberhasilan yang dicapai oleh Thariq bersama pasukannya itu sangat menarik
perhatian Musa bin Nushair, dan ingin juga berpartisipasi langsung dalam
penaklukan Spanyol tersebut, dan mengeluarkan perintah kepada Thariq agar
menghentikan penaklukannya, namun perintah Musa itu tidak digubris oleh Thariq,
bahkan meneruskan penyerangannya dan menaklukkan kota-kota penting yang lain.
Dengan ambisi yang besar Musa tiba di Spanyol disertai pasukan yang
berjumlah 18.000 tentara[9], juga mengadakan penyerangan dan berhasil menguasai
daerah Sidonia, Carmona, Merida, Seville dan melumpuhkan kerajaan Bathic dan
Theodonir di Orihuela. Akhirnya Musa bertemu Thariq di Toledo, Musa memecat Thariq
dan memenjarakannya dengan tuduhan tidak mengindahkan perintahnya (melanggar
atasannya), setelah itu Musa masih melanjutkan penyerangan-penyerangan ke
kota-kota penting lainnya.
Maka dapatlah dikatakan bahwa penakluk Spanyol ada tiga orang pemimpin
pasukan, yaitu : Tharif bin Malik, Thariq bin Ziad dan Musa bin Nushair.
Penaklukkan Spanyol oleh tentara Islam adalah suatu ukiran sejarah yang
gemilang, sehinggga terbentanglah kekuasaan Islam dari Saragossa sampai Naparre
di Prancis, dan merupakan penyelamatan negeri itu dari tirani dan korupsi, dan
penyalahgunaan kekuasaan dari penguasa Gothic, dan suatu pemerintahan baru yang
menegakkan keadilan, kebenaran, kebebasan dan persaudaraan serta persamaan
diterapkan pada kehidupan masyarakat.
Toleransi beragama diberikan kepada seluruh penduduk tidak ada paksaan
untuk menganut salah satu agama yang ada, Para warga bebas menentukan
hukum-hukum mereka sendiri oleh hakim mereka sendiri dibawah pengawasan Amir
Islam.
Dengan menelaah uraian terdahulu dapatlah dikatakan bahwa penyebaran Islam
di Spanyol didahului oleh penaklukan (keadaan yang menghendaki demikian),
dengan kata lain bahwa yang pertama ditegakkan adalah kekuatan politik kemudian
disusul dengan penyebaran agama.
Thariq bin Ziad adalah penakluk Spanyol yang paling tangguh dan berhasil
dibanding penakluk yang lain, yang
didukung oleh pasukan yang terdiri dari suku Barbar dan suku Arab sendiri, yang
memang terkenal dengan kegemarannya bertempur.
Seperti telah dikemukan, Spanyol menjadi bagian dari imperium Islam dalam
masa pemerintahan Walid bin Abd al-Malik (86-97 H.705-715 M.). sejak itu,
Spanyol merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Islam. Spanyol tetap menjadi
bagian dari kekhalifaan Umayyah hingga pecahnya pemberontakan Abbasiyah, sampai
Abbasiyah berhasil menegakkan kekuasaannya di berbagai bagian imperium kecuali
Spanyol.
Di Spanyol seorang putra Bani Umayyah bernama Abd. Rahman mendirikan
pemerintahan yang merdeka[10], yakni enam tahun setelah kekhalifaan Umayyah di
Damaskus diambil alih oleh Bani Abbasiyah tahun 750 M. kekuasaan Islam di
Spanyol di bawah Bani Umayyah dapat bertahan hingga tahun 1031 M. Dengan
demikian Islam menyebar ke Spanyol di bawah kekuasaan Bani Umayyah sejak tahun
711 M – 1031 M, namun secara keseluruhan Islam berada di Spanyol sampai tahun
1492 M. yakni pada masa pemerintahan Abu Abdullah dari Bani Ahmar[11], sehingga secara keseluruhan Islam berada di Spanyol
selama lebih tujuh abad lamanya.
Pendiri dinasti Umayyah yang merdeka di Spanyol ialah Abdurrahman I, cucu
khalifah Umayyah ke sepuluh, Hisyam bin Abdul Malik (berkuasa 725-734 M),
ibunya dari suku Barbar, Abdurrahman I adalah salah seorang diantara sedikit
yang terlepas dari pengejaran yang dilakukan oleh khalifah Abbasiyah yang
pertama (Abu Abbas al-Shaffa).
Pengembaraan Abdurrahman akhirnya sampai di kota Ceuta setelah lima tahun
berlanglang buana di Palestina, Mesir dan Afrika. Dikota Ceuta, Abdurrahman I
mendapat perlindungan dari seorang Barbar, keluarga pamannya dari pihak ibu.
Ketika mendapat perlindungan, Abdurrahman I memulai kiatnya menysun strategi
untuk menggalang persatuan membangkitkan Ashabiah Umayyah. Langkah pertama yang dilakukan Abdurrhaman I
adalah perundingan dengan orang-orang Siria yang ada di Spanyol, sebab orang Siria merupakan pendukung fanatik
Bani Umayyah. Perundingan itu membuahkan hasil. Mereka siap menyambut
Abdurrahman I. pada tahun 775 M, Abdurrahman I berangkat ke Spanyol.20 sebagai
realisasi dari dukungan orang Siria tersebut[12].
Masalah pertama yang dihadapi Abdurrahman I ketika di Spanyol adalah serangan
Gubernur Abbasiyah (Yusuf) yang berkedudukan di Masarah. Melihat keberadaan
Abdurrahman I di Spanyol dengan dukungan orang Siria, Yusuf minta bantuan kepda
Khalifah al-Manshur (berkuasa tahun 136-158 H) di Baghdad. Karena bantuan yang
diharapkan tidak datang tepat waktu, akhirnya Yusuf beserta pasukannya dapat
dikalahkan oleh Abdurrahman I. sejak itu Abdurrahman I menjadi penguasa
Spanyol dan menempatkan dirinya di
singgasana Spanyol sebagai seorang Amir yang merdeka (756m). dalam masa enam
tahun sejak kejatuhan pemerintahan Umayyah di Damaskus, dinasti Umayyah yang
baru didirikan di Spanyol oleh Abdurrhaman I.[13]
Sejak Abdurrahman I menempatkan dirinya sebagai penguasa di Spanyol (756 M) sampai meninggal dunia di Cordova
(788M). Suasana dalam negeri tidak pernah sepi dari rongrongan yang datang
silih berganti, rongrongan itu bukan saja datang dari luar (non muslim) yang
ingin menghancurkan kekuasaan Abdurrahman I. melainkan juga datang dari
kalangan orang muslim bahkan dari kalangan keluarga sendiri. Akan tetapi berkat
ketangguhan dan pengalaman serta dukungan personil yang tangguh, segala
rongrongan, gangguan, pemberontakan, dan persekongkolan dapat diatasinya, dan
kekuasaan Bani Umayyah tetap tegar berdiri dengan mantap.
Satu hal yang perlu dikemukaan bahwa mulai dari Abdurrahman I (756-788)
sampai pemerintahan Abdurrahman III berkuasa (912-961 M), penguasa Bani Umayyah
masih tetap bergelar Amir, dan tidak mau merebut gelar Khalifah. Sehingga
Spanyol yang menjadi propinsi pertama yang tidak mengakui kekuasaan Khalifah
yang diakui oleh dunia Islam pada masa itu, yakni Khalifah Abbasiyah di
Baghdad.
Para ahli sejarah sepakat mengatakan bahwa kemajuan Islam di Spanyol berada
di tangan Abdurrahman I (756-788) muncul Negara-negara kecil yang diperintah
oleh raja-raja golongan (al-Muluk al-T{awaif) berpusat di kota-kota tertentu seperti di Seville,
Cordova, dan Toledo.
Setelah al-Muluk al-Thawaif, Islam di Spanyol berada di bawah kekuasaan
dinasti Murabitun (1086-1143 M). dinasti Murabitun pada mulanya berdiri di
Afrika Utara oleh Yusuf ibn Tasytin (1062). Kedatangan Yusuf ke Spanyol
didasarkan atas undangan penguasa-penguasa Islam yang memikul beban berat dalam
mempertahankan diri dari serangan kaum Kristen yang semakin hari semakin
gencar. Pada tahun 1086 Yusuf beserta tentaranya masuk ke Spanyol langsung
berhadapan dengan pasukan Castilia. Yusuf memperoleh sekaligus mengukuhkan
berdirinya kerajaan Murabitun di dataran Spanyol. Karena perpecahan di kalangan
raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol, akan
tetapi penguasa-penguasa sesudah Yusuf adalah raja-raja yang lemah, akhirnya
tahun 1143 M, kekuasaan dinasti pun berakhir.[14]
Sebelum berakhirnya kekuasaan dinasti Murabitun, dinasti Muwahhidun muncul sebagai kekuatan baru,
dinasti Muwahhidun datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’in. Tahun
1114 dan 1154, kota-kota Muslim penting seperti Cordova, Almeria dan Granada,
jatuh di bawah kekuasaannya, Dalam beberapa dekade dinasti ini mengalami banyak
kemajuan. Akan tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami kemunduran,
disebabkan pasukannya dipukul mundur oleh tentara Kristen di Las Navas de
Tolesa. Akibat kekalahan di Las Navas de Tolesa itu Muwahhidun semakin melemah
hingga pada tahun 1235 M, dinasti Muwahhidun dipaksa meninggalkan Spanyol dan
kembali ke Afrika Utara.[15]
Setelah dinasti Muwahhidun meninggalkan Spanyol, keadaan semakin runyam dibawah
penguasa-penguasa kecil, kota-kota yang tadinya dikuasai oleh Islam satu
persatu jatuh ke tangan penguasa Kristen pada tahun 1248. Setelah Seville jatuh
ke tangan penguasa Kristen, maka seluruh spanyol praktis berada dalam kekuasaan
Kristen kecuali Granada yang dapat dipertahankan oleh dinasti Bani Ahmar
sekaligus memproklamirkan berdirinya dinasti itu tahun 1248.[16]
Kota Grnada sebagai pusat pemerintahan Bani Ahmar sekaligus sebagai benteng
terakhir umat Islam di Spanyol, bangkit dan dapat menata kota Granada
sebagaimana kemajuan yang pernah dicapai Abdurrahamn II. Akan tetapi secara
politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah kecil. Karena perselisihan
orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan, sehingga keadaan dalam negeri
menjadi tidak stabil.
Perselisihan itu terjadi ketika Muhammad bin Sa’ad memangku jabatan sebagai
pengendali kekuasaan. Abu Abdullah merasa tidak senang, dan ingin mengambil
alih kekuasaan itu, akhirnya abu Abdullah meminta bantuan kepada Ferdenand dan
Isabella untuk menggulingkan Muhammad dan berhasil memaksanya turun tahta,
dengan turunnya Muhammad otomatis Abu Abdullah naik sebagai penguasa. Melihat
keadaan Bani Ahmar yang sudah lemah, ferdenand dan Isabella tidak
menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk merebut kekuasaan terakhir umat Islam
di Spanyol. Pada tahun 1492, Ferdenan dan Isabella mengadakan invasi, Abu
Abdullah tidak dapat menahan serangan keduanya, akhirnya mengaku kalah. Ia (Abu
Abdullah) akhirnya dipaksa menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenan dan Isabella,
kemudian hijrah ke Afrika Utara.[17] Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol.
Dengan jatuhnya Granada ke tangan orang Kristen, orang-orang Islam
dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Spanyol. Di tahun
1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi orang Islam di Spanyol.[18]
B.
Kemajuan Islam di Spanyol
1.
Kemajuan Ilmu
Pengetahuan
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran
peradaban dan kebudayaan yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia
berperan sebagai jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII. Minat terhadap pendidikan dan ilmu
pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad IX M selama
pemerintahan penguasaan Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman
(832-886 M).
Berdasarkan literatur-literatur yang
membahas sejarah pendidikan dan sejarah peradaban Islam secara garis besar
pendidikan Islam di Spanyol terbagi pada dua bagian atau tingkatan, yaitu:
a.
Kuttab
Pada lembaga
pendidikan kuttab ini para siswa mempelajari beberapa bidang studi dan
pelajaran-pelajaran yang meliputi fiqih, bahasa dan sastra serta musik dan
kesenian.
b.
Fiqih
Dalam bidang
fiqih, karena Spanyol Islam menganut mazhab Maliki, maka para ulama
memperkenalkan materi-materi fiqih dari mazhab imam Maliki. Para ulama yang
memperkenalkan mazhab ini antara lain Ziyad ibn Abd Al-Rahman, perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa
Hisyam ibn Abd Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya diantaranya Abu Bakr ibn
Al-Quthiyah, Munzir ibn Said Al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal[19].
Para siswa di kuttab-kuttab
tersebut mendapatkan materi fiqih cukup lengkap dan komprehensif dari
ulama-ulama tersebut yang kompeten pada disiplin ilmunya.
b. Bahasa dan Sastra
Karena bahasa Arab telah menjadi bahasa
resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Bahasa Arab
ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam maupun non
Islam. Dan hal ini
dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli
mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, sehingga
mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tata bahasa. Di antara ahli bahasa
tersebut yang termasyhur ialah Ibnu Malik pengarang kitab alfiyah, Ibn
Sayyidin, Ibnu Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur,
dan Abu Hayyan al-Garnathi.
c. Musik dan Kesenian
Sya’ir merupakan ekspresi utama dari
peradaban Spanyol. Pada dasarnya sya’ir Spanyol didasarkan pada model-model
sya’ir Arab membangkitkan sintimen prajurit dan interes faksional para penakluk
Arab. Dalam bidang musik dan seni, Spanyol Islam
memiliki tokoh seniman yang sangat terkenal, yaitu al-Hasan ibn Nafi dikenal
dengan julukan Ziryab (789-857). Setiap kali ada pertemuan dan perjamuan
di Cardova, Ziryab selalu mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal
sebagai penggubah lagu, ilmu yang dimilikinya itu diajarkan kepada anak-anaknya,
baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada budak-budak sehingga
kemasyhurannya tersebar luas.[20]
2. Pendidikan Tinggi
Masyarakat Arab yang berada di Spanyol
merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga pendidikan, antara pertengahan
abad kedelapan sampai dengan akhir abad ketigabelas. Melalui usaha yang mereka
lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat ditranmisikan
ke Eropa. Bani Umayyah yang berada di bawah kekuasaan al-Hakam menyelenggarakan
pengajaran dan telah memberikan banyak sekali penghargaan kepada para sarjana.
Ia telah membangun Universitas Cardova berdampingan dengan mesjid Abdurrahman
III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang terkenal diantara
jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya di dunia. Universitas ini menandingi
dua universitas lainnya, yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizamiyah di Baghdad, dan
telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol, tetapi juga dari
tempat lain seperti dari negara-negara Eropa, Afrika dan Asia.
Di antara para ulama yang
bertugas di Universitas Cardova adalah Ibnu Quthaibah yang dikenal sebagai ahli
tata bahasa dan Abu Ali Qali yang dikenal sebagai pakar filologi. Universitas
ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar empat juta buku. Universitas
ini mencakup jurusan yang meliputi astronomi, matematika, kedokteran, teologi
dan hukum. Jumlah muridnya mencapai seribu orang. Selain itu juga di Spanyol
terdapat Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Mata kuliah yang diberikan
di universitas-universitas tersebut meliputi teologi, hukum Islam, kedokteran,
kimia, filsafat, dan astronomi. Sebagai prasasti pada pintu gerbang universitas
yang disebutkan terakhir ditulis sebagai berikut: Dunia ini ditopang oleh empat
hal, yaitu pengajaran tentang kebijaksanaan, keadilan dari penguasa, ibadah
dari orang-orang yang saleh dan keberanian yang pantang menyerah.
a. Filsafat
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M),
karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar,
sehingga Cardova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu
menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang
dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan
persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya. Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol
adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah.
Dilahirkan di Zaragoza, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena
keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia muda. Seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina
di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum
opusnya adalah Tadbir al-Mutawabbid.[21]
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn
Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah Timur Granada
dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. ia banyak menulis masalah
kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay
ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi
munculnya seorang pengikut Aristotelis yang terbesar di gelanggang filsafat
dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova, ia lahir tahun 1126 M dan wafatnya
tahun 1198 M. ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah
Aristotelis dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang
keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqih dengan karyanya yang
termasyhur Bidayah al-Mujtahid.
b. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika
astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur
dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan
pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash
terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana
matahari dan menentukan beberapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong
yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Akhmad ibn
Ibas dari Cardova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hasan ibn Abi
Ja’far dan saudara perempuannya al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari
kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi,
wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari
Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania dan
Sicilia. Dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai
dan Cina. Ibn al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibnu
Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Itulah sebagian nama-nama
besar dalam bidang sains.[22]
2.
Kemajuan
Kebudayaan
a.
Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat
banyak. Dalam
perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian
juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak
mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan
jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga
mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi.
Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk
konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan
memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah
(Spanyol Noria). Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan
pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman[23].
Industri, di samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang
punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit,
logam, dan industri barang-barang tembikar.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah
pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman,
dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cardova, kota al-Zahra,
Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun, Mesjid Seville,
dan Istana al-Hamra di Granada.
C. Kemunduran Islam dan Runtuhnya Peradaban di Spanyol
a. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
Masa kemunduran Islam di Spanyol
merupakan sejarah gelap Islam Spanyol. Karena masa kemunduran itulah yang
menjadi cikal bakal lenyapnya Islam
secara total di Spanyol. Kemunduran Islam di Spanyol disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah sebagai berikut :
1).
Konflik Islam dengan Kristen. Para penguasa muslim sudah merasa puas
dengan hasil upeti yang mereka dapat dari kerajaan-kerajaan Kristen yang telah
ditaklukkan, sehingga upaya Islamisasi terhenti. Membiarkan Kristen tetap
mempertahankan hukum dan adat mereka. Demikian pula kehadiran orang Arab Islam
di Spanyol secara tidak langsung membangun kesadaran kebangsaan orang-orang
Kristen Spanyol. Wilayah kekuasaan Islam di Spanyol yang berbatasan dengan
Kristen di Utara, selalu mendapat serangan dimana ada kesempatan. Serbuan yang
dilakukan oleh Raja Alfonso VI berhasil merebut Toledo dari dinasti Zunniyah
pada tahun 1085 M. pada tahun 1238, Kristen juga berhasil menguasai Sevilla dan
menyusul Cordova pada tahun 1248 M.[24]
setelah Cordova jatuh di tangan Kristen, Islam masih dapat bertahan di Granada
selama lebih dari dua abad, yaitu pada masa kekuasaan Bani Ahmar. Pada tanggal
2 Januari 1492 Granada takluk kepada Kristen, setelah kerajaan Aragon dan
Castilian bersatu menyerang Islam pada tahun 1469. Dengan jatuhnya Granada
menandai jatuhnya Islam sebagai politik dan agama di Spanyol. Demikian
seterusnya sampai Islam benar-benar hilang dan musnah di Spanyol.
2).
Keterpurukan ekonomi. Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para
penguasa hanya mengkonsentrasikan diri pada pembangunan ilmu pengetahuan secara
serius. Sementara sektor ekonomi tidak diperhatikan, akibatnya timbul krisis
ekonomi yang memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
3).
Tidak adanya ideologi pemersatu. Politik yang dijalankan oleh
Bani Umayyah di Damaskus adalah orang-orang Arab (Islam) dan tidak pernah
menerima orang pribumi sebagaimana di tempat lain para muallaf diperlakukan
sebagai orang Islam yang sederajat, suatu perilaku politik yang dinilai
merendahkan dan diskriminatif. Akibatnya kelompok-kelompok non Arab selalu
menggerogoti dan merusak perdamaian.
4). Tidak jelasnya sistem peralihan
kekuasaan. Hal ini berimplikasi terjadinya perebutan kekuasaan oleh para
ahli waris.
5).
Munculnya dinasti-dinasti kecil. Munculnya dinasti kecil di
Spanyol menyebabkan terjadinya disintegrasi yang pada gilirannya menjadi
penyebab lemahnya Islam di Spanyol. Terdapatnya sejumlah dinasti lokal berkuasa
di daerah bagian Spanyol. Terjadinya persaingan antara dinasti kecil yang ada,
memberikan peluang bagi umat Kristiani untuk melaksanakan politik adu domba.[25]
6).
Keterpencilan Spanyol menyebabkan terisolir dari dunia Islam yang lain.
secara politik selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari
Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang dapat
membendung kekuatan Kristen di Spanyol.[26]
b. Kehancuran peradaban Islam di Spanyol
Lenyapnya
Islam di Spanyol berarti runtuhnya masa keemasan Islam di Spanyol selama 780
tahun lebih. Kini Islam di Spanyol tinggal nama yang tertulis rapi dalam
sejarah. Umat Islam hanya mampu mengenang sejarah suram Islam dengan penuh
kekesalan. Karena tak ada lagi yang dapat dibanggakan. Islam tinggal
serpihan-serpihan luka, peradaban-peradaban Islam secara perlahan bergerak
ambruk, khasanah intelektual dimanipulasi, upaya-upaya menghilangkan jejak
Islam terus diprovokasi, kesalahan-kesalahan, kemunduran-kemunduran terulang
dan terjadi diberbagai negara Islam lainnya. Berikut wajah muram kehancuran
tersebut:
1). Kondisi Kehidupan Keagamaan
Setelah kerajaan-kerajaan Islam
di Spanyol mengalami kehancuran, dalam waktu yang relatif singkat, umat Islam
lenyap secara total di wilayah itu. Pada waktu itu, seluruh umat Islam
dihadapkan ke Mahkamah Taftis (Pengadilan Berdarah). Pengadilan
menetapkan tiga alternatif bagi umat Islam, yaitu: (1) beralih agama ke
Kristen, (2) meninggalkan Spanyol, atau (3) dibunuh.[27]
Bagi mereka yang imannya lemah,
mereka memilih alternatif pertama, yaitu murtad. Adapun mereka yang imannya
kuat dan memiliki perbekalan yang memadai, mereka memilih pindah ke kerajaan
Islam terdekat. Umat Islam memilih alternatif kedua ini, pada umumnya mereka
berhijrah ke wilayah Afrika Utara. Adapun mereka yang imannya kuat tetapi tidak
memiliki perbekalan memadai, maka mereka memilih mati syahid. Umat Islam yang
terpaksa menempuh alternatif ketiga ini, dibantai habis-habisan oleh para
agresor Kristen.
Menurut pendataan para
sejarahwan, setelah jatuhnya kota Granada di Spanyol ke tangan penguasa
Kristen, umat Islam yang dibantai kurang lebih 3.000.000 (tiga juta) jiwa.
Mereka disiksa secara kejam kemudian dibakar hidup-hidup. Akibatnya, umat Islam
menjadi berantakan. Sebagian dari lahan pertanian, perindustrian, dan
perdagangan ikut dihancurkan pula karena sebagian ahlinya telah meninggal dunia.[28]
Dengan keadaan seperti itu,
tidak ada lagi seorang muslim yang berterus terang tentang agamanya. Meski
dalam hati mereka tetap sebagai muslim, namun karena takut terhadap penyiksaan
yang dilakukan oleh orang-orang Kristen maka kehidupan keagamaan mereka menjadi
lenyap.
2). Keadaan Khazanah Ilmu Pengetahuan
Setelah kerajaan Islam mengalami
kehancuran di Andalusia, segala macam bentuk kegiatan ilmu pengetahuan terhenti
dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan agama yang semula maju dengan pesat, akhirnya harus pudar, sejalan
dengan hancurnya kekuasaan Islam.[29]
Di Spanyol Selatan, kurang lebih
1.000.000 (satu juta) buku yang berbahasa Arab telah dimusnahkan oleh Raja
Ferdinand dari Castilla melalui lembaga suci Kristen. 5.000 (lima
ribu) copy Alquran bersama dengan buku-buku ilmu pengetahuan dari tulisan
tangan para cendekiawan Muslim, dibakar dalam timbunan raksasa pada tahun l511
Masehi di Granada.[30]
Pada tahun 1526, Raja Philip
mengeluarkan suatu dekrit bahwa tidak seorang pun boleh memiliki atau membaca
buku berbahasa Arab. Semua buku yang ditulis oleh para cendekiawan Muslim atau
buku-buku kajian yang berkaitan dengan Islam, dilarang beredar.[31]
Di Granada, yang merupakan kota
pusat pengembangan intelektual Islam di Barat, terdapat Universitas Granada,
yang dalam perkembangannya telah banyak menyumbangkan berbagai ilmu pengetahuan
di Barat. Selama kejayaannya, para mahasiswa berdatangan untuk belajar di
dalamnya dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti biologi, hukum,
ketatanegaraan, filsafat, ilmu kedokteran, dan ilmu falak. Namun, akhirnya
hancur bersamaan dengan hancurnya kota Granada dari serangan
orang-orang Kristen pada abad ke 15 Masehi.[32]
Dalam lapangan filsafat,
orang-orang Andalusia sangat tekun mempelajarinya. Di sanalah lahir beberapa
tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal, seperti Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu
Rusyd, dan Ibnu Khaldun. Menurut Mahmud Yunus, sejak wafatnya Ibnu Rusyd
(595H/1198 M) dan Ibnu Khaldun (808 H/1406 M), maka seluruh dunia Islam,
khususnya di Andalusia, telah sunyi senyap dari filsafat.[33]
Dari keterangan di atas, dapat
dipahami bahwa hancurnya kebudayaan Islam bersamaan dengan lenyapnya kerajaan
Islam di Spanyol, telah terjadi peralihan khazanah ilmu pengetahuan dari cendekiawan
Muslim ke cendekiawan Barat melalui proses penerjemahan beberapa buku yang
dianggap penting. Adapun buku-buku yang tidak dianggap penting oleh penguasa
Kristen, semuanya dimusnahkan.
3).
Keadaan
Seni dan Budaya
Pada masa pemerintahan Islam di
Spanyol, keadaan seni dan budaya Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat,
karena perhatian pemerintah Islam sangat serius. Di antara kesenian yang sangat
maju adalah seni kaligrafi yang ditulis pada dinding-dinding dan
penyangga-penyangga mesjid. Demikian pula dengan kesusastraan dalam bentuk
syair-syair yang dibahasakan secara halus dan indah.[34]
Setelah hancurnya Islam di
Spanyol, kehidupan seni dan sastra mulai mengalami kekaburan. Khusus dalam
bidang kesusastraan, telah terjadi pencampurbauran antara sastra Arab dengan
sastra lain, seperti sastra Latin dan sastra Spanyol. Sejalan dengan peraturan
yang melarang penggunaan Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari, maka hal itu
sangat berpengaruh terhadap perkembangan sastra Arab. Baik prosa maupun puisi
Arab, telah banyak diubah menjadi ke dalam bahasa Latin. Hal ini pula
berimplikasi pada pengalihan istilah-istilah Arab menjadi bahasa Spanyol,
seperti: alcalde berasal dari kata al-qadhi, alviare
berasal dari kata al-abyar, dan alcasare berasal dari kata al-qashru.
Sebagian ahli pujangga,
arsitektur, dan orang-orang Islam yang pandai dalam seni ukir, ditangkap lalu
diperlakukan sebagai tawanan. Mereka dipekerjakan sebagai buruh untuk membangun
gereja-gereja, membuat patung-patung dan ukiran-ukiran, atau memperbaiki
bangunan-bangunan yang telah rusak.[35]
Sejak 32
tahun jatuhnya kota Granada, Paus mengeluarkan dekritnya agar semua mesjid yang
ada di Spanyol diubah menjadi gereja.[36]
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Islam
masuk di Spanyol tahun 711 m, pada masa pemerintahan Bani Umayyah, yakni pada
masa khalifah Wali bin Abd. Al-Malik (86-97 H/705-715 M).
2.
Dalam
proses penaklukan Spanyol, terdapat tiga orang pahlawan yang dapat dikatakan
paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan. Mereka adalah Tharif ibn Maklik,
Thariq bin Ziad, dan Musa ibn Nushair.
3.
Setelah
runtuhnya kerajaan Bani Umamyyah di Damaskus (750 M), Abu Abbas al-Shaffah
menerapkan kebijakan membunuh seluruh lawan politiknya. Salah seorang lawan
Politiknya yang berhasil meloloskan diri dari pembunuhan itu adalah Abdurrahman
I yang kemudian mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol dengan gelar Amir pada tahun 756.
4.
Kekuatan
dan kejayaan Islam Spanyol dimulai dari Abdurrahman I sampai Abdurrahman II.
Puncak kejayaan dan kecemerlangan di berbagai bidang terwujud pada masa
pemerintahan Abdurrahman III 9912-961 M). Gelar Khalifah bagi peguasa mulai
dipergunakan pada tahun 1031 M. keruntuhan ini ditandai dengan munculnya Al-Muluk al-T{awaif yang berkuasa diberbagai kota
di Spanyol seperti di Seville, Cordova, dan Toledo
5.
Setelah
Keruntuhan Al-Muluk al-Thawaif, kekuatan Islam berada di tangan dinasti
Murabitun (1086-113 M),disusul kemudian oleh dinasti Muwahhidun (1114-1235 M)
dan kemudian kekuasaan bani Ahmar di Granada, sejak tiu praktis kekuasaan Islam
di Spanyol berakhir pada tahun 1609 M dapat dikatakan tidak ada lagi umat Islam
di Spanyol.
6.
Kemajuan
Islam di Spanyol dibagi menjadi dua bagian yakni kemajuan ilmu pengetahuan dan
kemajuan kebudayaan.
7.
Kemunduran Islam di Spanyol juga
merupakan kemunduran Peradaban Islam yang digantikan oleh generasi Kristen yang
pada saat sekarang menjadi penguasa di Spanyol dan daratan Eropa pada
khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syalabi, Al-Tarikh al-Islami wa al-Hadarah al-Islamy, terj. Mukhtar Yahya, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid II,
Cet. I, Jakarta
: Pustaka Al-Husna, 1983.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya,
Jilid I, Cet. V, Jakarta
: UI-Press, 1985
Hassan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet. I.
Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Syed Mahmudunnasir, Islam its Concepts & History, diterjemahkan oleh Adang Affandi,
dengan Judul Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung, Rosda, 1988.
S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern,.Jakarta: P3M, 1986.
Yahya dengan Judul : Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Jilid II, Cet. I. Jakarta : Pustaka Al-Husna
Yunus,
Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: Hidakarya Agung, l990
W. Mentgomery Watt,
The Majesty was Islam, diterjemahkan
oelh Hartono Hadikusumo dengan Judul : Kejayaan
Islam. Yogyakarta :
Tiara Wacana, 1990.
Perkembangan Peradaban Islam di Spanyol Masa
Umayyah dan Muluk Thawaif
![]() |
Makalah ini disampaikan pada Seminar Mata Kuliah Sejarah
Peradaban Islam
Semester I Tahun Akademik 2013/2014
Oleh;
CHAERANI AMALIA
Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. Abd. Rahim
Yunus, MA.
Dr. H. Abdullah Renre,
M.Ag
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2014
[1]Harun
Nasution, Islam ditinjau dari berbagai
Aspeknya, Jilid I, Cet. V (Jakarta : UI-Press, 1985), h. 59-60.
[2]Ibid., h.
61.
[3]Ahmad
Syalabi, Al-Tarikh al-Islami wa
al-Hadarah al-Islamy, terj. oleh Mukhtar Yahya, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid II, Cet. I ; (Jakarta : Pustaka
Al-Husna, 1983), h. 156
[4]Ibid, h. 158
[5]Syed Mahmudunnasir, Islam its Concepts & History, terj. Adang
Affandi, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung, Rosda, 1988), h. 221
[6]Ibid.
[7]Hassan
Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Cet. I : (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h. 90.
[8]Syed Mahmudunnasir, op. cit.,
h. 222.
[9]Ibid.
[10] Mahmudunnasir, op. cit.,
h. 284-285.
[11]Harun Nasution, op. cit.,
h. 78.
[12]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1994), h. 95.
[13] Mahmudunnasir, op. cit.,
h. 285
[14]Ahmad
Syalabi, op. cit., h. 76
[15]W. Mentgomery Watt, The Majesty was Islam, terj. Hartono
Hadikusumo, Kejayaan Islam,
(Yogyakarta : Tiara Wacana, 1990), h. 217-218.
[16]Ibid.
[17]Ibid.
[18]Harun Nasution, op. cit.,
h. 8
[19]Badri Yatim, op. cit., h,
103.
[20]Ahmad
Syalabi, op. cit., h. 88.
[21]Badri Yatim, op. cit., h,
101.
[22]Ibid.
[23]S.I.
Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta:
P3M, 1986), Cet Kedua, h.
67
[24]A. Syalabi, op. cit. h. 76
[25]G.E. Bosworth, The Islamic Dinasties Diterjemahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul Dinasti-Dinasti Islam ( Bandung : Mizan,1993), h. 35.
[26] Badrin Yatim, op.cit.
118.
[27]Muhammad Qutub, Mazabih wa Jara’in
Mahakim al-Taftisy fiy al-Andalusiy, diterjemahkan oleh Mustafa Mahdamy
dengan judul Fakta Pembantaian Muslimin di Andalusia (Cet. I; Solo:
Pustaka Mantiq, l99l), h. 42.
[27]Ibid., h. 42.
[29]Departemen Agama RI, Textbook
Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I (Ujung Pandang: Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, l981/l982), h.103.
[30]Djalil Maelan, op. cit,.
h. 74.
[32]Departemen Agama, op. cit.,
h. l22.
[33]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan
Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, l990), h. 112.
[34]Amir Hasan Siddiqi, Studies in
Islamic History, diterjemahkan M.J. Irawan dengan judul Ilmu Pengetahuan
dalam Lintasan Sejarah Islam (Cet. I; Bandung:
Al-Maarif, L987), h. 89.
[35]C. Israr, Sejarah Kesenian
Islam (Cet, I; Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 240-241.
[36]Mustafa al-Siba’i, Mustafa
al-Siba’i, Kebangkitan Kebudayaan Islam (Cet. I; Jakarta: Media Dakwah,
l987). h. 126.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar