AKAN SELALU ADA JALAN BAGI YANG MAU BERBUAT

Safaruddinufe1121@gmail.com

TRANSLATE



JapaneseGermanEnglishFrenchSpainChinese SimplifiedArabicRussian

Translate

visitor

Kamis, 20 Februari 2014

ISLAM DI SPANYOL



                       BAB I
              PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Spanyol adalah jazirah Iberia yang oleh orang Arab diberi nama Andalusia, terletak di bagian selatan Eropa Barat, bahagian Timur jazirah ini dibatasi laut Tengah (Mideterania) di bagian selatan selat Gibraltar (Jabal Tariq), bagian barat samudera Pasifik, dibagian utara pegunungan Piranea (Pyrenia), pesisir Timur, Selatan dan Barat adalah daerah pertanian bagian tengah dataran tinggi dan Utara adalah pegunungan .
Dimasa permulaan kekuasaan Gathia ini, Spanyol mencapai kemajuan, akan tetapi lama-kelamaan timbul kekalahan akibat tindakan pemerintah dan tuan-tuan tanah yang hidup mewah di atas penderitaan rakyat jelata, dalam kondisi yang parah dan lemah inilah Islam memasuki  Spanyol, yakni tahun 711 M
Pemerintahan Islam pada saat Islam masuk ke Spanyol ialah masa kekuasaan khalifah Umayyah, di tangan khalifah al-Walid bin Abd Malik yang berkedudukan di Damaskus, termasuk salah seorang Khalifah besar dari dinasti ini.
Lewat sejarah kita membaca bahwa pada masa Umayyah pasca Khulafa>ur Rasyidi>n ini, perluasan Islam sangat mengalami kemajuan ke Timur maupun ke Barat, dan sebahagian ahli ada yang berpendapat bahwa perluasan Islam ke Timur tidak terlalu mengalami hambatan dan perlawanan dengan mengadakan serangkaian peperangan  yang memerlukan angkatan perang darat dan laut, berbeda di bagian Barat dikarenakan daerah-daerahnya telah  berbudaya tinggi dan memang telah memiliki kekuatan persenjataan dan pertahanan yang cukup tangguh dan kuat, namun hal itu tidaklah menciutkan perasaan tentara-tentara demi tersiarnya agama Islam.
Juga ada sebab-sebab tertentu sehingga Islam  itu cepat tersebar dan diterima  oleh masyarakat luar jazirah Arab antara lain: sesuai ajaran dasar Islam, bahwa agama ini disiarkan untuk kemaslahatan umat manusia bukan untuk menjajah (membuat umat itu menderita dan tertekan ).  Tapi untuk mengangkat derajat manusia dan memberinya ajaran agar hidup layak dan bahagia, dan pada umunya negara-negara yang ditaklukkan Islam itu mengalami problem yang butuh penyelamat[1]. Islam datang dan dianggap juru selamat oleh daerah-daerah tersebut.
Luasnya daerah Islam berarti menambah pemasukan kas negara karena adannya pembayaran pajak dan jizyah, yang berarti menambah pula volume kegiatan, utamanya penyebaran Islam, yang butuh biaya tidak sedikit, sehingga tambah meluaslah daerah-daerah yang dapat dimasuki Islam,
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih memfokuskan pembahasan, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 
1. Bagaimana proses penaklukan Spanyol?
2. Bagaimana bentuk kemajuan Islam di Spanyol?




                                            BAB II
                                     PEMBAHASAN
A. Penaklukan di Spanyol
Spanyol dikuasai oleh Islam di masa pemerintahan dinasti Umaiyyah dan yang menonjol pada masa pemerintahan dinasti ini ialah perluasan daerah dan penyebaran Islam. Dan khalifah besar dari dinasti ini ialah Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Abd Malik ibn Marwan , Walid ibn Abd Malik, Umar ibn al-Azis dan Hisyam ibn Abd al-Malik[2].
Afrika Utara dikuasai di masa khalifah Abd Malik bin Marwan, dan ditunjuklah Musa bin Nushair, sebagai gubernur di daerah tersebut, hal ini terjadi di awal pemerintahan Walid bin Abd Malik, Musa bin Nushair memakai gelar Amir Qairawan, setelah kekuasaan Islam mantap dan kuat di Afrika Utara ini, mulailah perhatian penguasa Islam di Afrika Utara ini dialihkan ke daerah seberang yakni Spanyol[3]. di saat itu pula terjadi kemelut dalam pemerintahan Spanyol yakni meninggalnya raja Gothia Boad (penguasa Spanyol) yang bernama Witiza, Roderick panglima perang saat itu, mengangkat dirinya sebagai raja, sedangkan putra raja yang bernama Alfonso berusaha mengambil haknya tersebut. Dan terjadi pula perselisihan antara Roderick dengan Yulian seorang gubernur di daerah tersebut (Centa), Yulian inilah yang meminta bantuan kepada Musa bin Nushair agar menyerang Spanyol, dan berjanji akan memberi bantuan suatu keberuntungan bagi penguasa Islam Afrika Utara yang memang telah berencana memasuki daerah tersebut. Untuk Syiar Islam dengan adanya tawaran dari gubernur Yulian tersebut, maka Musa bin Nushair mengutus Thariq bin Malik, disertai tentara menuju daerah tersebut, yang sebelumnya mendapat persetujuan dari khalifah Walid bin Abd Malik. Thariq dengan pasukannya dengan menaiki kapal yang telah disediakan oleh Yulian mendarat di semenanjung tersebut yang diberi nama semenanjung Tharif (bagian selatan Spanyol).  Tanpa mendapat perlawanan. Misi yang dipimpin Tharif bin Malik ini tidak saja berfungsi sebagai perintis dan pengintai,tapi juga melakukan penaklukan terhadap daerah yang ditunjukkan oleh Musa, setelah berhasil, Tharif kembali ke Afrika Utara melaporkan hasil yang dicapainya disertai harta rampasan perang yang tidak sedikit jumlahnya[4].
Mendengar laporan dan keberhasilan Tharif serta keadaan yang terjadi yang terjadi di kerajaan Spanyol tersebut,disertai dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa bin Nushair mengirim pasukan ke Spanyol untuk yang kedua kalinya di bawah pimpinan seorang panglima perang Thariq bin Ziad, yakni di tahun 711 H, disertai dengan 7000 orang tentara,8 Thariq bin Ziad adalah salah seorang Maula (bebas budak). Musa bin Nushair yang telah diangkat menjadi penguasa di Tangier[5].
Thariq bin Ziad bersama pasukannya berangkat ke Spanyol dengan menyeberangi selat yang mengantarai Afrika Utara dan Spanyol dan mendarat di Karangsingan, sebuah lereng gunung berbatu yang terkenal dengan nama Jabal Thariq atau Gibraltar, ditempat inilah Thariq bin Ziad, memberi semangat kepada pasukannya dengan menyampaikan pidatonya yang menambah semangat juang tentaranya, menang atau sya>hid di jalan Allah[6].
Saat itu raja Roderick berada di bagian utara Spanyol, mendengar berita pendaratan Thariq dengan pasukannya, maka Roderick segera mengalihkan pasukannya kearah Selatan untuk menghadapi pasukan muslim tersebut, dengan jumlah tentaranya sebanyak 100.000 orang, melihat jumlah musuh yang begitu besar, Thariq bin Ziad meminta bantuan kepada Musa bin Nushair di Afrika Utara, musa mengirim tambahan pasukan sebanyak 5.000 orang, sehingga jumlah tentaranya sebanyak 12.000 orang[7].
Kedua pasukan yang tidak seimbang jumlahnya itu bertemu dan bertempur ditepi sungai Bekka dekat Guada Lette, Thariq dengan tentaranya menyerang musuh dengan gigih, hingga mereka meraih kemenangan dan akhirnya Roderick terbunuh oleh pasukan Islam, juga suatu hal yang tak terduga karena sebagaian pasukan Roderick berbalik melawannya, dengan memberi bantuan kepada pasukan Islam, hal itu terjadi karena masih adanya benih kebencian kepada Roderick yang merampas tahta kerajaan yang bukan haknya[8].
Dengan dikuasainya tempat itu (bekka) atau sekarang Xeres, terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dari temapat itu Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting seperti Malaga, Granada, Cordova, dan Toledo, tanpa banyak hambatan dan kesulitan.
Keberhasilan yang dicapai oleh Thariq bersama pasukannya itu sangat menarik perhatian Musa bin Nushair, dan ingin juga berpartisipasi langsung dalam penaklukan Spanyol tersebut, dan mengeluarkan perintah kepada Thariq agar menghentikan penaklukannya, namun perintah Musa itu tidak digubris oleh Thariq, bahkan meneruskan penyerangannya dan menaklukkan kota-kota penting yang lain.
Dengan ambisi yang besar Musa tiba di Spanyol disertai pasukan yang berjumlah 18.000 tentara[9], juga mengadakan penyerangan dan berhasil menguasai daerah Sidonia, Carmona, Merida, Seville dan melumpuhkan kerajaan Bathic dan Theodonir di Orihuela. Akhirnya Musa bertemu Thariq di Toledo, Musa memecat Thariq dan memenjarakannya dengan tuduhan tidak mengindahkan perintahnya (melanggar atasannya), setelah itu Musa masih melanjutkan penyerangan-penyerangan ke kota-kota penting lainnya.
Maka dapatlah dikatakan bahwa penakluk Spanyol ada tiga orang pemimpin pasukan, yaitu : Tharif bin Malik, Thariq bin Ziad dan Musa bin Nushair.
Penaklukkan Spanyol oleh tentara Islam adalah suatu ukiran sejarah yang gemilang, sehinggga terbentanglah kekuasaan Islam dari Saragossa sampai Naparre di Prancis, dan merupakan penyelamatan negeri itu dari tirani dan korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan dari penguasa Gothic, dan suatu pemerintahan baru yang menegakkan keadilan, kebenaran, kebebasan dan persaudaraan serta persamaan diterapkan pada kehidupan masyarakat.
Toleransi beragama diberikan kepada seluruh penduduk tidak ada paksaan untuk menganut salah satu agama yang ada, Para warga bebas menentukan hukum-hukum mereka sendiri oleh hakim mereka sendiri dibawah pengawasan Amir Islam.
Dengan menelaah uraian terdahulu dapatlah dikatakan bahwa penyebaran Islam di Spanyol didahului oleh penaklukan (keadaan yang menghendaki demikian), dengan kata lain bahwa yang pertama ditegakkan adalah kekuatan politik kemudian disusul dengan penyebaran agama.
Thariq bin Ziad adalah penakluk Spanyol yang paling tangguh dan berhasil dibanding  penakluk yang lain, yang didukung oleh pasukan yang terdiri dari suku Barbar dan suku Arab sendiri, yang memang terkenal dengan kegemarannya bertempur.
Seperti telah dikemukan, Spanyol menjadi bagian dari imperium Islam dalam masa pemerintahan Walid bin Abd al-Malik (86-97 H.705-715 M.). sejak itu, Spanyol merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Islam. Spanyol tetap menjadi bagian dari kekhalifaan Umayyah hingga pecahnya pemberontakan Abbasiyah, sampai Abbasiyah berhasil menegakkan kekuasaannya di berbagai bagian imperium kecuali Spanyol.
Di Spanyol seorang putra Bani Umayyah bernama Abd. Rahman mendirikan pemerintahan yang merdeka[10], yakni enam tahun setelah kekhalifaan Umayyah di Damaskus diambil alih oleh Bani Abbasiyah tahun 750 M. kekuasaan Islam di Spanyol di bawah Bani Umayyah dapat bertahan hingga tahun 1031 M. Dengan demikian Islam menyebar ke Spanyol di bawah kekuasaan Bani Umayyah sejak tahun 711 M – 1031 M, namun secara keseluruhan Islam berada di Spanyol sampai tahun 1492 M. yakni pada masa pemerintahan Abu Abdullah dari Bani Ahmar[11], sehingga secara keseluruhan Islam berada di Spanyol selama lebih tujuh abad lamanya.
Pendiri dinasti Umayyah yang merdeka di Spanyol ialah Abdurrahman I, cucu khalifah Umayyah ke sepuluh, Hisyam bin Abdul Malik (berkuasa 725-734 M), ibunya dari suku Barbar, Abdurrahman I adalah salah seorang diantara sedikit yang terlepas dari pengejaran yang dilakukan oleh khalifah Abbasiyah yang pertama (Abu Abbas al-Shaffa).
Pengembaraan Abdurrahman akhirnya sampai di kota Ceuta setelah lima tahun berlanglang buana di Palestina, Mesir dan Afrika. Dikota Ceuta, Abdurrahman I mendapat perlindungan dari seorang Barbar, keluarga pamannya dari pihak ibu. Ketika mendapat perlindungan, Abdurrahman I memulai kiatnya menysun strategi untuk menggalang persatuan membangkitkan Ashabiah Umayyah. Langkah pertama yang dilakukan Abdurrhaman I adalah perundingan dengan orang-orang Siria yang ada di Spanyol,  sebab orang Siria merupakan pendukung fanatik Bani Umayyah. Perundingan itu membuahkan hasil. Mereka siap menyambut Abdurrahman I. pada tahun 775 M, Abdurrahman I berangkat ke Spanyol.20 sebagai realisasi dari dukungan orang Siria tersebut[12].
Masalah pertama yang dihadapi Abdurrahman I ketika di Spanyol adalah serangan Gubernur Abbasiyah (Yusuf) yang berkedudukan di Masarah. Melihat keberadaan Abdurrahman I di Spanyol dengan dukungan orang Siria, Yusuf minta bantuan kepda Khalifah al-Manshur (berkuasa tahun 136-158 H) di Baghdad. Karena bantuan yang diharapkan tidak datang tepat waktu, akhirnya Yusuf beserta pasukannya dapat dikalahkan oleh Abdurrahman I. sejak itu Abdurrahman I menjadi penguasa Spanyol  dan menempatkan dirinya di singgasana Spanyol sebagai seorang Amir yang merdeka (756m). dalam masa enam tahun sejak kejatuhan pemerintahan Umayyah di Damaskus, dinasti Umayyah yang baru didirikan di Spanyol oleh Abdurrhaman I.[13]
Sejak Abdurrahman I menempatkan dirinya sebagai penguasa di Spanyol  (756 M) sampai meninggal dunia di Cordova (788M). Suasana dalam negeri tidak pernah sepi dari rongrongan yang datang silih berganti, rongrongan itu bukan saja datang dari luar (non muslim) yang ingin menghancurkan kekuasaan Abdurrahman I. melainkan juga datang dari kalangan orang muslim bahkan dari kalangan keluarga sendiri. Akan tetapi berkat ketangguhan dan pengalaman serta dukungan personil yang tangguh, segala rongrongan, gangguan, pemberontakan, dan persekongkolan dapat diatasinya, dan kekuasaan Bani Umayyah tetap tegar berdiri dengan mantap.
Satu hal yang perlu dikemukaan bahwa mulai dari Abdurrahman I (756-788) sampai pemerintahan Abdurrahman III berkuasa (912-961 M), penguasa Bani Umayyah masih tetap bergelar Amir, dan tidak mau merebut gelar Khalifah. Sehingga Spanyol yang menjadi propinsi pertama yang tidak mengakui kekuasaan Khalifah yang diakui oleh dunia Islam pada masa itu, yakni Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Para ahli sejarah sepakat mengatakan bahwa kemajuan Islam di Spanyol berada di tangan Abdurrahman I (756-788) muncul Negara-negara kecil yang diperintah oleh raja-raja golongan (al-Muluk al-T{awaif) berpusat di kota-kota tertentu seperti di Seville, Cordova, dan Toledo.
Setelah al-Muluk al-Thawaif, Islam di Spanyol berada di bawah kekuasaan dinasti Murabitun (1086-1143 M). dinasti Murabitun pada mulanya berdiri di Afrika Utara oleh Yusuf ibn Tasytin (1062). Kedatangan Yusuf ke Spanyol didasarkan atas undangan penguasa-penguasa Islam yang memikul beban berat dalam mempertahankan diri dari serangan kaum Kristen yang semakin hari semakin gencar. Pada tahun 1086 Yusuf beserta tentaranya masuk ke Spanyol langsung berhadapan dengan pasukan Castilia. Yusuf memperoleh sekaligus mengukuhkan berdirinya kerajaan Murabitun di dataran Spanyol. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol, akan tetapi penguasa-penguasa sesudah Yusuf adalah raja-raja yang lemah, akhirnya tahun 1143 M, kekuasaan dinasti pun berakhir.[14]
Sebelum berakhirnya kekuasaan dinasti Murabitun, dinasti  Muwahhidun muncul sebagai kekuatan baru, dinasti Muwahhidun datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’in. Tahun 1114 dan 1154, kota-kota Muslim penting seperti Cordova, Almeria dan Granada, jatuh di bawah kekuasaannya, Dalam beberapa dekade dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Akan tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami kemunduran, disebabkan pasukannya dipukul mundur oleh tentara Kristen di Las Navas de Tolesa. Akibat kekalahan di Las Navas de Tolesa itu Muwahhidun semakin melemah hingga pada tahun 1235 M, dinasti Muwahhidun dipaksa meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara.[15]
Setelah dinasti Muwahhidun meninggalkan Spanyol, keadaan semakin runyam dibawah penguasa-penguasa kecil, kota-kota yang tadinya dikuasai oleh Islam satu persatu jatuh ke tangan penguasa Kristen pada tahun 1248. Setelah Seville jatuh ke tangan penguasa Kristen, maka seluruh spanyol praktis berada dalam kekuasaan Kristen kecuali Granada yang dapat dipertahankan oleh dinasti Bani Ahmar sekaligus memproklamirkan berdirinya dinasti itu tahun 1248.[16]
Kota Grnada sebagai pusat pemerintahan Bani Ahmar sekaligus sebagai benteng terakhir umat Islam di Spanyol, bangkit dan dapat menata kota Granada sebagaimana kemajuan yang pernah dicapai Abdurrahamn II. Akan tetapi secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah kecil. Karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan, sehingga keadaan dalam negeri menjadi tidak stabil.
Perselisihan itu terjadi ketika Muhammad bin Sa’ad memangku jabatan sebagai pengendali kekuasaan. Abu Abdullah merasa tidak senang, dan ingin mengambil alih kekuasaan itu, akhirnya abu Abdullah meminta bantuan kepada Ferdenand dan Isabella untuk menggulingkan Muhammad dan berhasil memaksanya turun tahta, dengan turunnya Muhammad otomatis Abu Abdullah naik sebagai penguasa. Melihat keadaan Bani Ahmar yang sudah lemah, ferdenand dan Isabella tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Pada tahun 1492, Ferdenan dan Isabella mengadakan invasi, Abu Abdullah tidak dapat menahan serangan keduanya, akhirnya mengaku kalah. Ia (Abu Abdullah) akhirnya dipaksa menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenan dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara.[17] Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol.
Dengan jatuhnya Granada ke tangan orang Kristen, orang-orang Islam dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Spanyol. Di tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi orang Islam di Spanyol.[18]
B.  Kemajuan Islam di Spanyol
1.      Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII. Minat terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad IX M selama pemerintahan penguasaan Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).
Berdasarkan literatur-literatur yang membahas sejarah pendidikan dan sejarah peradaban Islam secara garis besar pendidikan Islam di Spanyol terbagi pada dua bagian atau tingkatan, yaitu:
a.      Kuttab
Pada lembaga pendidikan kuttab ini para siswa mempelajari beberapa bidang studi dan pelajaran-pelajaran yang meliputi fiqih, bahasa dan sastra serta musik dan kesenian.
b.      Fiqih
Dalam bidang fiqih, karena Spanyol Islam menganut mazhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi fiqih dari mazhab imam Maliki. Para ulama yang memperkenalkan mazhab ini antara lain Ziyad ibn Abd Al-Rahman, perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya diantaranya Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Said Al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal[19].
Para siswa di kuttab-kuttab tersebut mendapatkan materi fiqih cukup lengkap dan komprehensif dari ulama-ulama tersebut yang kompeten pada disiplin ilmunya.

b. Bahasa dan Sastra
Karena bahasa Arab telah menjadi bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Bahasa Arab ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam maupun non Islam. Dan hal ini dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, sehingga mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tata bahasa. Di antara ahli bahasa tersebut yang termasyhur ialah Ibnu Malik pengarang kitab alfiyah, Ibn Sayyidin, Ibnu Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Garnathi.
c. Musik dan Kesenian
Sya’ir merupakan ekspresi utama dari peradaban Spanyol. Pada dasarnya sya’ir Spanyol didasarkan pada model-model sya’ir Arab membangkitkan sintimen prajurit dan interes faksional para penakluk Arab. Dalam bidang musik dan seni, Spanyol Islam memiliki tokoh seniman yang sangat terkenal, yaitu al-Hasan ibn Nafi dikenal dengan julukan Ziryab (789-857). Setiap kali ada pertemuan dan perjamuan di Cardova, Ziryab selalu mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu, ilmu yang dimilikinya itu diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada budak-budak sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[20]
2Pendidikan Tinggi
Masyarakat Arab yang berada di Spanyol merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga pendidikan, antara pertengahan abad kedelapan sampai dengan akhir abad ketigabelas. Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat ditranmisikan ke Eropa. Bani Umayyah yang berada di bawah kekuasaan al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan banyak sekali penghargaan kepada para sarjana. Ia telah membangun Universitas Cardova berdampingan dengan mesjid Abdurrahman III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya di dunia. Universitas ini menandingi dua universitas lainnya, yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizamiyah di Baghdad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol, tetapi juga dari tempat lain seperti dari negara-negara Eropa, Afrika dan Asia.
 Di antara para ulama yang bertugas di Universitas Cardova adalah Ibnu Quthaibah yang dikenal sebagai ahli tata bahasa dan Abu Ali Qali yang dikenal sebagai pakar filologi. Universitas ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar empat juta buku. Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi astronomi, matematika, kedokteran, teologi dan hukum. Jumlah muridnya mencapai seribu orang. Selain itu juga di Spanyol terdapat Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Mata kuliah yang diberikan di universitas-universitas tersebut meliputi teologi, hukum Islam, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Sebagai prasasti pada pintu gerbang universitas yang disebutkan terakhir ditulis sebagai berikut: Dunia ini ditopang oleh empat hal, yaitu pengajaran tentang kebijaksanaan, keadilan dari penguasa, ibadah dari orang-orang yang saleh dan keberanian yang pantang menyerah.
a. Filsafat
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cardova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya. Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Zaragoza, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia muda. Seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawabbid.[21]
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah Timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristotelis yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova, ia lahir tahun 1126 M dan wafatnya tahun 1198 M. ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristotelis dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqih dengan karyanya yang termasyhur Bidayah al-Mujtahid.
b. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan beberapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Akhmad ibn Ibas dari Cardova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hasan ibn Abi Ja’far dan saudara perempuannya al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania dan Sicilia. Dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibnu Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.[22]
2.      Kemajuan Kebudayaan
a.       Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol Noria). Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman[23].
Industri, di samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cardova, kota al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun, Mesjid Seville, dan Istana al-Hamra di Granada. 
                                

C.       Kemunduran  Islam dan Runtuhnya Peradaban di Spanyol

a.      Penyebab Kemunduran dan Kehancuran

Masa kemunduran Islam di Spanyol merupakan sejarah gelap Islam Spanyol. Karena masa kemunduran itulah yang menjadi cikal bakal  lenyapnya Islam secara total di Spanyol. Kemunduran Islam di Spanyol disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut :
1).  Konflik Islam dengan Kristen. Para penguasa muslim sudah merasa puas dengan hasil upeti yang mereka dapat dari kerajaan-kerajaan Kristen yang telah ditaklukkan, sehingga upaya Islamisasi terhenti. Membiarkan Kristen tetap mempertahankan hukum dan adat mereka. Demikian pula kehadiran orang Arab Islam di Spanyol secara tidak langsung membangun kesadaran kebangsaan orang-orang Kristen Spanyol. Wilayah kekuasaan Islam di Spanyol yang berbatasan dengan Kristen di Utara, selalu mendapat serangan dimana ada kesempatan. Serbuan yang dilakukan oleh Raja Alfonso VI berhasil merebut Toledo dari dinasti Zunniyah pada tahun 1085 M. pada tahun 1238, Kristen juga berhasil menguasai Sevilla dan menyusul Cordova pada tahun 1248 M.[24] setelah Cordova jatuh di tangan Kristen, Islam masih dapat bertahan di Granada selama lebih dari dua abad, yaitu pada masa kekuasaan Bani Ahmar. Pada tanggal 2 Januari 1492 Granada takluk kepada Kristen, setelah kerajaan Aragon dan Castilian bersatu menyerang Islam pada tahun 1469. Dengan jatuhnya Granada menandai jatuhnya Islam sebagai politik dan agama di Spanyol. Demikian seterusnya sampai Islam benar-benar hilang dan musnah di Spanyol.
2).  Keterpurukan ekonomi. Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa hanya mengkonsentrasikan diri pada pembangunan ilmu pengetahuan secara serius. Sementara sektor ekonomi tidak diperhatikan, akibatnya timbul krisis ekonomi yang memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
3).  Tidak adanya ideologi pemersatu. Politik yang dijalankan oleh Bani Umayyah di Damaskus adalah orang-orang Arab (Islam) dan tidak pernah menerima orang pribumi sebagaimana di tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, suatu perilaku politik yang dinilai merendahkan dan diskriminatif. Akibatnya kelompok-kelompok non Arab selalu menggerogoti dan merusak perdamaian.
4). Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan. Hal ini berimplikasi terjadinya perebutan kekuasaan oleh para ahli waris.
5).  Munculnya dinasti-dinasti kecil. Munculnya dinasti kecil di Spanyol menyebabkan terjadinya disintegrasi yang pada gilirannya menjadi penyebab lemahnya Islam di Spanyol. Terdapatnya sejumlah dinasti lokal berkuasa di daerah bagian Spanyol. Terjadinya persaingan antara dinasti kecil yang ada, memberikan peluang bagi umat Kristiani untuk melaksanakan politik adu domba.[25]
6).  Keterpencilan Spanyol menyebabkan terisolir dari dunia Islam yang lain. secara politik selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang dapat membendung kekuatan Kristen di Spanyol.[26]
b. Kehancuran peradaban Islam di Spanyol
Lenyapnya Islam di Spanyol berarti runtuhnya masa keemasan Islam di Spanyol selama 780 tahun lebih. Kini Islam di Spanyol tinggal nama yang tertulis rapi dalam sejarah. Umat Islam hanya mampu mengenang sejarah suram Islam dengan penuh kekesalan. Karena tak ada lagi yang dapat dibanggakan. Islam tinggal serpihan-serpihan luka, peradaban-peradaban Islam secara perlahan bergerak ambruk, khasanah intelektual dimanipulasi, upaya-upaya menghilangkan jejak Islam terus diprovokasi, kesalahan-kesalahan, kemunduran-kemunduran terulang dan terjadi diberbagai negara Islam lainnya. Berikut wajah muram kehancuran tersebut:
1). Kondisi Kehidupan Keagamaan
Setelah kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol mengalami kehancuran, dalam waktu yang relatif singkat, umat Islam lenyap secara total di wilayah itu. Pada waktu itu, seluruh umat Islam dihadapkan ke Mahkamah Taftis (Pengadilan Berdarah). Pengadilan menetapkan tiga alternatif bagi umat Islam, yaitu: (1) beralih agama ke Kristen, (2) meninggalkan Spanyol, atau (3) dibunuh.[27]
Bagi mereka yang imannya lemah, mereka memilih alternatif pertama, yaitu murtad. Adapun mereka yang imannya kuat dan memiliki perbekalan yang memadai, mereka memilih pindah ke kerajaan Islam terdekat. Umat Islam memilih alternatif kedua ini, pada umumnya mereka berhijrah ke wilayah Afrika Utara. Adapun mereka yang imannya kuat tetapi tidak memiliki perbekalan memadai, maka mereka memilih mati syahid. Umat Islam yang terpaksa menempuh alternatif ketiga ini, dibantai habis-habisan oleh para agresor Kristen.
Menurut pendataan para sejarahwan, setelah jatuhnya kota Granada di Spanyol ke tangan penguasa Kristen, umat Islam yang dibantai kurang lebih 3.000.000 (tiga juta) jiwa. Mereka disiksa secara kejam kemudian dibakar hidup-hidup. Akibatnya, umat Islam menjadi berantakan. Sebagian dari lahan pertanian, perindustrian, dan perdagangan ikut dihancurkan pula karena sebagian ahlinya telah meninggal dunia.[28]
Dengan keadaan seperti itu, tidak ada lagi seorang muslim yang berterus terang tentang agamanya. Meski dalam hati mereka tetap sebagai muslim, namun karena takut terhadap penyiksaan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen maka kehidupan keagamaan mereka menjadi lenyap.
2). Keadaan Khazanah Ilmu Pengetahuan
Setelah kerajaan Islam mengalami kehancuran di Andalusia, segala macam bentuk kegiatan ilmu pengetahuan terhenti dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan agama yang semula maju dengan pesat, akhirnya harus pudar, sejalan dengan hancurnya kekuasaan Islam.[29]
Di Spanyol Selatan, kurang lebih 1.000.000 (satu juta) buku yang berbahasa Arab telah dimusnahkan oleh Raja Ferdinand dari Castilla melalui lembaga suci Kristen. 5.000 (lima ribu) copy Alquran bersama dengan buku-buku ilmu pengetahuan dari tulisan tangan para cendekiawan Muslim, dibakar dalam timbunan raksasa pada tahun l511 Masehi di Granada.[30]
Pada tahun 1526, Raja Philip mengeluarkan suatu dekrit bahwa tidak seorang pun boleh memiliki atau membaca buku berbahasa Arab. Semua buku yang ditulis oleh para cendekiawan Muslim atau buku-buku kajian yang berkaitan dengan Islam, dilarang beredar.[31]
Di Granada, yang merupakan kota pusat pengembangan intelektual Islam di Barat, terdapat Universitas Granada, yang dalam perkembangannya telah banyak menyumbangkan berbagai ilmu pengetahuan di Barat. Selama kejayaannya, para mahasiswa berdatangan untuk belajar di dalamnya dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti biologi, hukum, ketatanegaraan, filsafat, ilmu kedokteran, dan ilmu falak. Namun, akhirnya hancur bersamaan dengan hancurnya kota Granada dari serangan orang-orang Kristen pada abad ke 15 Masehi.[32]
Dalam lapangan filsafat, orang-orang Andalusia sangat tekun mempelajarinya. Di sanalah lahir beberapa tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal, seperti Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Khaldun. Menurut Mahmud Yunus, sejak wafatnya Ibnu Rusyd (595H/1198 M) dan Ibnu Khaldun (808 H/1406 M), maka seluruh dunia Islam, khususnya di Andalusia, telah sunyi senyap dari filsafat.[33]
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa hancurnya kebudayaan Islam bersamaan dengan lenyapnya kerajaan Islam di Spanyol, telah terjadi peralihan khazanah ilmu pengetahuan dari cendekiawan Muslim ke cendekiawan Barat melalui proses penerjemahan beberapa buku yang dianggap penting. Adapun buku-buku yang tidak dianggap penting oleh penguasa Kristen, semuanya dimusnahkan.
3). Keadaan Seni dan Budaya
Pada masa pemerintahan Islam di Spanyol, keadaan seni dan budaya Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat, karena perhatian pemerintah Islam sangat serius. Di antara kesenian yang sangat maju adalah seni kaligrafi yang ditulis pada dinding-dinding dan penyangga-penyangga mesjid. Demikian pula dengan kesusastraan dalam bentuk syair-syair yang dibahasakan secara halus dan indah.[34] 
Setelah hancurnya Islam di Spanyol, kehidupan seni dan sastra mulai mengalami kekaburan. Khusus dalam bidang kesusastraan, telah terjadi pencampurbauran antara sastra Arab dengan sastra lain, seperti sastra Latin dan sastra Spanyol. Sejalan dengan peraturan yang melarang penggunaan Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari, maka hal itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan sastra Arab. Baik prosa maupun puisi Arab, telah banyak diubah menjadi ke dalam bahasa Latin. Hal ini pula berimplikasi pada pengalihan istilah-istilah Arab menjadi bahasa Spanyol, seperti: alcalde berasal dari kata al-qadhi, alviare berasal dari kata al-abyar, dan alcasare berasal dari kata al-qashru.
Sebagian ahli pujangga, arsitektur, dan orang-orang Islam yang pandai dalam seni ukir, ditangkap lalu diperlakukan sebagai tawanan. Mereka dipekerjakan sebagai buruh untuk membangun gereja-gereja, membuat patung-patung dan ukiran-ukiran, atau memperbaiki bangunan-bangunan yang telah rusak.[35]
Sejak 32 tahun jatuhnya kota Granada, Paus mengeluarkan dekritnya agar semua mesjid yang ada di Spanyol diubah menjadi gereja.[36]












                                                BAB III
                                           KESIMPULAN
1.      Islam masuk di Spanyol tahun 711 m, pada masa pemerintahan Bani Umayyah, yakni pada masa khalifah Wali bin Abd. Al-Malik (86-97 H/705-715 M).
2.      Dalam proses penaklukan Spanyol, terdapat tiga orang pahlawan yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan. Mereka adalah Tharif ibn Maklik, Thariq bin Ziad, dan Musa ibn Nushair.
3.      Setelah runtuhnya kerajaan Bani Umamyyah di Damaskus (750 M), Abu Abbas al-Shaffah menerapkan kebijakan membunuh seluruh lawan politiknya. Salah seorang lawan Politiknya yang berhasil meloloskan diri dari pembunuhan itu adalah Abdurrahman I yang kemudian mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol dengan gelar Amir pada tahun 756.
4.      Kekuatan dan kejayaan Islam Spanyol dimulai dari Abdurrahman I sampai Abdurrahman II. Puncak kejayaan dan kecemerlangan di berbagai bidang terwujud pada masa pemerintahan Abdurrahman III 9912-961 M). Gelar Khalifah bagi peguasa mulai dipergunakan pada tahun 1031 M. keruntuhan ini ditandai dengan munculnya Al-Muluk al-T{awaif  yang berkuasa diberbagai kota di Spanyol seperti di Seville, Cordova, dan Toledo
5.      Setelah Keruntuhan Al-Muluk al-Thawaif, kekuatan Islam berada di tangan dinasti Murabitun (1086-113 M),disusul kemudian oleh dinasti Muwahhidun (1114-1235 M) dan kemudian kekuasaan bani Ahmar di Granada, sejak tiu praktis kekuasaan Islam di Spanyol berakhir pada tahun 1609 M dapat dikatakan tidak ada lagi umat Islam di Spanyol.
6.      Kemajuan Islam di Spanyol dibagi menjadi dua bagian yakni kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan kebudayaan.
7.      Kemunduran Islam di Spanyol juga merupakan kemunduran Peradaban Islam yang digantikan oleh generasi Kristen yang pada saat sekarang menjadi penguasa di Spanyol dan daratan Eropa pada khususnya.






















DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syalabi, Al-Tarikh al-Islami wa al-Hadarah al-Islamy, terj. Mukhtar Yahya, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid II, Cet. I, Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1983.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jilid I, Cet. V, Jakarta : UI-Press, 1985
Hassan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet. I. Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Syed Mahmudunnasir, Islam its Concepts & History, diterjemahkan oleh Adang Affandi, dengan Judul Islam Konsepsi dan   Sejarahnya. Bandung, Rosda, 1988.
S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern,.Jakarta: P3M, 1986.
Yahya dengan Judul : Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid II, Cet. I. Jakarta : Pustaka Al-Husna
Yunus, Mahmud.  Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya Agung, l990
W. Mentgomery Watt, The Majesty was Islam, diterjemahkan oelh Hartono Hadikusumo dengan Judul : Kejayaan Islam. Yogyakarta : Tiara Wacana, 1990.






Perkembangan Peradaban Islam di Spanyol Masa Umayyah dan Muluk Thawaif




Description: Description: Description: UIN
 












Makalah ini disampaikan pada Seminar Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Semester I Tahun Akademik 2013/2014




Oleh;
CHAERANI AMALIA


Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. Abd. Rahim Yunus, MA.
Dr. H. Abdullah Renre, M.Ag



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2014



[1]Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jilid I, Cet. V (Jakarta : UI-Press, 1985), h. 59-60.
[2]Ibid., h. 61.
[3]Ahmad Syalabi, Al-Tarikh al-Islami wa al-Hadarah al-Islamy, terj. oleh Mukhtar Yahya, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid II, Cet. I ; (Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1983), h. 156
[4]Ibid, h. 158
[5]Syed Mahmudunnasir, Islam its Concepts & History, terj. Adang Affandi, Islam Konsepsi dan  Sejarahnya, (Bandung, Rosda, 1988), h. 221
[6]Ibid.
[7]Hassan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet. I : (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h. 90.
[8]Syed Mahmudunnasir, op. cit., h. 222.
[9]Ibid.
[10] Mahmudunnasir, op. cit., h. 284-285.
[11]Harun Nasution, op. cit., h. 78.
[12]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994), h. 95.
[13] Mahmudunnasir, op. cit., h. 285
[14]Ahmad Syalabi, op. cit., h. 76
[15]W. Mentgomery Watt, The Majesty was Islam, terj. Hartono Hadikusumo, Kejayaan Islam, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1990), h. 217-218.
[16]Ibid.
[17]Ibid.
[18]Harun Nasution, op. cit., h. 8
[19]Badri Yatim, op. cit., h, 103.
[20]Ahmad Syalabi, op. cit., h. 88.
[21]Badri Yatim, op. cit., h, 101.
[22]Ibid.
[23]S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta: P3M, 1986), Cet Kedua, h. 67
[24]A. Syalabi, op. cit. h. 76
[25]G.E. Bosworth, The Islamic Dinasties  Diterjemahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul Dinasti-Dinasti                 Islam ( Bandung : Mizan,1993), h. 35.
[26] Badrin Yatim, op.cit. 118.
[27]Muhammad Qutub, Mazabih wa Jara’in Mahakim al-Taftisy fiy al-Andalusiy, diterjemahkan oleh Mustafa Mahdamy dengan judul Fakta Pembantaian Muslimin di Andalusia (Cet. I; Solo: Pustaka Mantiq, l99l), h. 42.
[27]Ibid., h. 42. 

[29]Departemen Agama RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I (Ujung Pandang: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, l981/l982), h.103.
[30]Djalil Maelan, op. cit,. h. 74.
[31]Ibid, h. l89.
[32]Departemen Agama, op. cit., h. l22.
[33]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, l990), h. 112.
[34]Amir Hasan Siddiqi, Studies in Islamic History, diterjemahkan M.J. Irawan dengan judul Ilmu Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah Islam (Cet. I; Bandung: Al-Maarif, L987), h. 89.
[35]C. Israr, Sejarah Kesenian Islam (Cet, I; Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 240-241.
[36]Mustafa al-Siba’i, Mustafa al-Siba’i, Kebangkitan Kebudayaan Islam (Cet. I; Jakarta: Media Dakwah, l987).  h. 126.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar